Kewirausahaan

Penjual Pentol di Kediri Sukses Setelah Banting Setir Geluti Usaha Anyaman Bambu

KEDIRI, FaktualNews.co – Gunawan (57), penyandang disabilitas, warga Desa Wanengpaten Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri, sukses menggeluti usaha anyaman bambu tradisional.

Sebelumnya, dia adalah penjual pentol keliling yang bangkrut karena pandemi Covid-19 memaksa sejumlah sekolah dan tempat-tempat keramaian yang menjadi tempat berjualan pentol harus tutup.

Beragam hasil karya anyaman bambunya, seperti toples kue, beberapa motif lampion, serta kotak tisu, diminati masyarakat, bahkan pasarnya hingga di luar Kediri. Seperti Tulungagung, Ponorogo, Malang dan Surabaya.

Karena volume produksinya semakin meningkat, Gunawan memberdayakan penyandang disabilitas atau kaum difabel, untuk membantu usaha anyaman bambunya.

Sedikitnya 10 penyandang disabilitas serta ibu-ibu perajin bambu tradisional di sekitar tempat tinggalnya, yang diberdayakan membantu usaha kerajinannya.

“Awalnya saya berjualan pentol keliling. Namun saat pandemi kemarin banyak sekolah dan fasilitas umum ditutup, akhirnya saya banting setir membuat kerajinan dari bambu,” cerita Gunawan, Minggu (26/12/2021).

Keahliannya ini didapat Gunawan dari sang istri, yang pernah mengikuti pelatihan dari Dinas Sosial setempat. Kemudian ia tertarik mengembangkannya menjadi sebuah bisnis hingga saat ini.

Karya Gunawan dan kawan-kawan difabel ini cukup rapi dan memiliki anyaman yang rapat, sehingga banyak diminati pelanggan.

“Pelanggan kami bervariasi. Mulai dari konsumen rumahan maupun kafe hingga hotel berbintang untuk yang lampu lampion dan toples kue,” tambah Gunawan.

Harga kerajinan anyaman bambu milik Gunawan bervariasi serta tergolong murah. Mulai dijual dari hari Rp 2.000 hingga ratusan ribu rupiah, tergantung bentuk dan tingkat kerumitan pembuatannya.

“Harga anyaman bambu di tempat kami bervariasi. Mulai dua ribu untuk besek dan ratusan ribu rupiah untuk lampion satu set kotak toples kue. Alhamdulillah omzet penjualan kami per bulan mencapai 5 hingga 10 juta rupiah,” ujar Gunawan.

Banyaknya pesanan yang datang terkadang harus ditolak karena keterbatasan tenaga, serta peralatan produksi yang masih manual.

“Kami kadang menolak pesanan karena kami tidak sanggup memenuhinya, akibat kurangnya tenaga maupun peralatan. Kami berharap ada bantuan alat irat atau alat pembelah bambu tipis dari pemerintah untuk meningkatkan produksinya.”katanya.

Gunawan berharap usahanya terus berkembang dan mampu memberdayakan banyak penyandang disabilitas lainnya,sehingga mampu menjadikan teman-teman disabilitas mampu mandiri.(aji)