Dugaan Korupsi Bank Jatim Mojokerto Senilai Rp 1,4 Miliar, Diungkap Kejaksaan
MOJOKERTO, FaktualNews.co – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto, mengungkap adanya dugaan korupsi di Bank Jatim Cabang Mojokerto dengan kerugian negara mencapai Rp 1,4 miliar.
Dari dugaan kasus korupsi tersebut, Kejari Kota Mojokerto, menetapkan tiga orang tersangka dan dilakukan penahanan.
Salah satu tersangka merupakan mantan Kepala Cabang Bank Jatim Mojokerto, Amirudin Wonokromo. Dua lainnya yakni, penyelia Bank Jatim Cabang Mojokerto Rizka Arifiandi dan kontraktor CV Dwi Dharma, Iwan Sulistyono.
Kepala Kejari Kota Mojokerto, Agustinus Heri Mulyanto mengatakan, penyidikan terhadap ketiganya berlangsung selama 6 bulan. Setelah dikumpulkan bukti-bukti oleh penyidik dapat disimpulkan ketiganya diduga melakukan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam penyaluran dan penggunaan Kredit Modal Kerja (KMK) dari Bank Jatim Cabang Mojokerto kepada CV. Dwi Dharma Tahun 2013 dan PT Mega Cipta Selaras Tahun 2014.
“Dalam kasus ini kita tetapkan tiga tersangka dan menahannya,” katanya pada wartawan, Kamis (6/1/2022) malam.
Ketiganya ditahan selama 20 hari. Masa penahanan mulai tanggal 6 Januari 2022 sampai dengan tanggal 25 Januari 2022 di Lapas Kelas IIB Mojokerto.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Jatim, kata Agustinus, kerugian negara mencapai Rp 1,4 miliar.
“Modus yang dilakukan menyalahi prosedur, ada penyimpangan-penyimpangan sejak pengajuan (kredit). Kemudian didasarkan pada pekerjaan yang diperoleh tidak sah,” ungkapnya.
Menurutnya, penyimpangan itu melibatkan pihak penyelia Bank Jatim dan mantan pimpinan cabang pada tahun 2013 serta pihak swasta.
Pihak CV. Dwi Dharma mengajukan kredit kepada Bank Jatim Cabang Mojokerto, untuk membiayai proyek waduk yang berada di daerah Malang. Namun, CV. Dwi Dharma bukan pemenang tender, malainkan membeli proyek dari pihak lain.
“Ada pekerjaan (proyek) di Malang. Proyek ini pekerjaan umum, tapi dia (CV Dwi Dharma) bukan yang secara formal sebagai penyedia. Bahasa umumnya dia beli proyek (subkontrak),” terang Agustinus.
Agustinus menegaskan, perkara ini tidak masuk perdata meski berawal dari hutang pihutang. Hal itu dikarenakan pihaknya melihat ada unsur pidana jika dilihat dari modus yang diungkap penyidik.
“Dari modus yang dapat diungkap oleh penyidik, kita berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum pidana,” pungkasnya.