FaktualNews.co

Kerap Pulang Tangan Hampa, Sopir Truk di Probolinggo Beralih Jadi Pengrajin Layang-layang

Kewirausahaan     Dibaca : 816 kali Penulis:
Kerap Pulang Tangan Hampa, Sopir Truk di Probolinggo Beralih Jadi Pengrajin Layang-layang
FaktualNews.co/agus
Wage Sudiono menunjukkan layang-layang naga hasil karyanya di tempat tinggalnya.

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Wage Sudiono (34) kini mencari penghidupan dengan menjadi pengrajin layang-layang.

Pekerjaan yang butuh ketelatenan dan kesabaran tersebut dimulai 2 tahun lalu, sejak pandemi Covid-19 mewabah di tanah air, termasuk Kota Probolinggo.

Wage putar haluan dari pekerjaan semula, pengemudi truk tronton menjadi pengrajin, demi kelangsungan kehidupan ekonomi keluarganya. Saat menjadi sopir truk, pria beranak tiga ini jarang membawa pulang uang, meski kerja terkadang 2 sampai sebulan tak pulang.

Bekal Rp900 ribu dari perusahaan kerap habis dalam perjalanan. Dari Kota Probolinggo ke Jakarta dan kembali ke rumahnya di Jalan KH Hasan Genggong, Gang Mangga III, RT 3 RW 4, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, kota setempat.

Uang dari perusahaannya itu untuk membeli solar, biaya makan dan jika ada sesuatu di perjalanan. Seperti, kerusakan, pelanggaran lalu lintas dan lain-lain

Jika Wage langsung balik, tidak menginap atau langsung pulang usai membongkar barang di Jakarta, upah dirasa cukup. Sisa dari
biaya dalam perjalanan, itulah penghasilannya.

Namun jika menunggu muatan sampai 1 bulan di Jakarta, tentunya uang sangu habis. “Bahkan terkadang nomboki,” katanya berkeluh-kesah.

Wage berada di Jakarta tidak langsung pulang ke Probolinggo karena menunggu muatan. Perusahaan tempatnya bekerjalah yang mencarikan muatan. Ia tidak diizinkan oleh perusahaannya balik ke Tuban, tanpa muatan.

“Selama menunggu muatan, biaya ditanggung sendiri. Pesangon (bekal) Rp900 ribu itu,” ujarnya, Minggu, 16/01/01/22.

Lantaran sering tidak membawa pulang penghasilan, bahkan terkadang nomboki atau torok, akhirnya Wage mencari profesi lain dan pilihannya jatuh pada layang-layang.

Meski tak pernah memiliki keahlian sebelumnya, ia memberanikan diri membuat layang-layang berbentuk naga. Wage pun mulai belajar dengan cara melihat dan memperhatikan layangan model naga milik orang lain.

Hampir setiap pekan Wage mengamati orang main layangan naga di Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan. Keingintahuannya dilanjutkan dengan cara menonton Youtube berkonten layang-layang, terutama model ular naga.

Keahliannya membuat layangan Soangan (layangan yang diberi tali sehingga mengeluaran suara atau bunyi) sebagai modal utama.

Diceritakan, ia membuat layangan naga sejak empat bulan lalu dan sudah terjual 4 layang-layang. Ada 3 ukuran laying-layang yang dibuatnya yakni, kecil, tanggung dan besar.

Mengenai harga, disesuaikan dengan ukuran dan kerumitan saat membuat. “Yang kecil kami bandrol Rp2 juta, tanggung Rp3 juta dan paling besar Rp4 juta,” cerita Wage.

Lama tidaknya pembuatan lanjut Wage tergantung ukuran dan tingkat kesulitan. Ada yang selesai 2 minggu, bahkan ada yang memakan waktu 1 bulan.

Untuk merampungkan sebuah layang-layang naga, Wage dibantu saudara dan tetangganya. “Ada yang pesan dari Situbondo, Tapi mayoritas dari dalam kota sendiri. Dan lagi jika dari luar kota, saya kendalanya di transpor. Jadi memang saya batasi untuk pemesanan di luar kota untuk saat ini,” tambahnya.

Untuk bahan rangka layangan, selain bambu juga dibutuhkan kawat galvalum dan tali. Bahan pendukung lainnya meliputi, spon atau busa, lem, cat tembok, pernis, fiber termasuk tali. Untuk bentuk dan pewarnaan menurut Wage menyesuaikan.

“Saya pakai kain bahan baku payung. Ringan dan enggak rusak kalau kena air atau hujan,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah