Ketua AMSI Jatim di Jember: Kami Koordinasi dengan Polda Perangi Hoaks dari Media Online
JEMBER, FaktualNews.co – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur berkoordinasi dan bekerjasama dengan Polda Jatim akan melakukan verifikasi, terkait informasi yang termasuk kategori hoaks.
Langkah itu sebagai antisipasi banyaknya wartawan abal-abal di wilayah Jawa Timur dan merebaknya informasi hoaks dari media online yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Pasalnya terkait keberadaan media online yang tersebar di Jawa Timur, dengan jumlah yang tidak terhitung, dibutuhkan kejelian untuk melakukan verifikasi informasi yang tepat dan benar.
“Ke depan AMSI ingin ikut membantu verifikasi media-media siber atau media online. Ini akan membantu pemerintah di daerah, Kepala Diskominfo dan bupati, untuk tahu media-media mana yang dikelola dengan profesional, dengan manajemen yang bagus,” kata Ketua AMSI Jatim Arief Rahman usai acara Ngopi Budaya di Pendapa Wahyawibawagraha, Minggu (16/1/2022).
“Kami saat ini sedang menjalin kerjasama dan saling komunikasi dengan Polda Jatim,” sambungnya.
Terkait verifikasi informasi tersebut, menurut Arief, diakui saat ini, orang bisa menklaim dirinya sebagai seorang wartawan. Bahkan mudah mendirikan media massa dalam jaringan (daring).
Sehingga memunculkan problem profesionalisme terkait profesi wartawan. Terutama dalam hal penyampaian informasi yang sehat kepada publik.
“Kalau kemudian medianya tidak sehat dan profesi wartawan tercemar dengan oknum-oknum yang kemarin profesinya apa kemudian tiba-tiba jadi wartawan, ini yang ke depan tidak boleh kita biarkan,” kata Arief.
Kesulitan untuk melakukan verifikasi informasi, lanjutnya, ataupun juga menghitung secara pasti jumlah media online yang kredibel, dengan manajemen yang profesional, diakui cukup sulit.
“Karena jumlahnya yang sangat banyak. Kadang teman-teman di pemerintah daerah, sulit membedakan media massa yang beneran dan tidak. Ini sulit. Bahkan begitu banyak media yang produknya (karya tulis), tidak bisa dianggap produk jurnalistik,” ucap Arief.
Arief membenarkan, terkait merebaknya media dan profesi jurnalistik atau wartawan, memberikan manfaat membuka lapangan kerja baru.
“Tapi di sisi lain mudaratnya banyak. Kita ini penjaga demokrasi dan menjamin publik memperoleh informasi, suara publik bisa didengar oleh pemerintah, pengambil kebijakan. Ini tugas media. Namun tentunya, jangan sampai tugas mulia itu terkotori,” ucapnya.
AMSI ingin media siber harus profesional, kesejahteraan dan keselamatan wartawan turut terjamin dalam bekerja. “Sebaiknya memang harus ada regulasi. Pemerintah harus turun tangan supaya ekosistem media digital bisa sehat,” kata Arief.
Arief juga menambahkan, terkait verifikasi informasi yang akurat dan faktual, juga membutuhkan ketegasan terhadap oknum yang mengaku wartawan dan menyalahkangunakan profesi jurnalistik.
Bahkan bagi orang yang mengaku wartawan ataupun mengaku sebagai media, harus ada ketegasan secara hukum. “Sehingga kita juga harus bersama memberantas itu, karena sudah merusak citra profesi wartawan,” sambungnya.
Arief juga turut mengkritik, adanya aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang merangkap menjadi wartawan.
“Kadang tidak bisa dibedakan lagi. Padahal seharusnya aktivis LSM lebih berkonsentrasi kepada advokasi terhadap warga. Tetapi kerja rangkap, wartawan dan aktivis LSM sering membuat narasumber, terutama dari unsur pemangku kebijakan menjadi takut,” ungkapnya
Menurut Arief, sepanjang tidak mengganggu independensi, seorang jurnalis bisa melakukan hal lain di luar profesi mereka. “Misal jurnalis mengajar, ya tidak ada problem, karena tidak ada conflict of interest,” pungkasnya.