Soal Perselisihan di PT HUI Kota Probolinggo, DPRD Serahkan ke Dinas Perizinan dan Naker
PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi di PT Hamsika Unggul Indah (HUI) perusahaan Bordir, belum menemui titik terang.
Komisi III DPRD Kota Probolinggo, meminta, Dinas Perizinan dan Tenaga Kerja, untuk menengahi kasus pemberhentian sepihak dan pembayaran gaji tersebut.
Mengingat, perselisihan yang sempat diadukan ke komisi III itu belum dibicarakan di tingkat bipartit, antara karyawan dengan pihak perusahaan yang difasilitasi atau ditengahi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait (Dinas Perizinan, Tenaga Kerja).
Permintaan tersebut disampaikan Agus Riyanto ketua Komisi III saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama karyawan dan perwakilan PT HUI dan Dinas Perizinan Tenaga Kerja, Rabu (19/01/22).
Persoalan perselisihan kerja tersebut dikembalikan ke OPD terkait, karena tidak mungkin dapat diselesaikan ditingkat RDP. Sebab, masing-masing pihak, karyawan dan perwakilan perusahaan, menang-menangan alias tidak mau kalah dan mengakui kesalahannya.
Pihak perusahaan konveksi bordir berlokasi di Jalan KH Hasan Genggong, merasa tidak pernah memberhentikan atau mem-PHK pekerjanya.
Sedang pihak pekerja ngotot, telah diberhentikan sepihak, bahkan gaji 5 bulan yang menjadi haknya tidak dibayar penuh.
“Tidak akan ketemu karena masing masing pihak ngotot. Karyawan ngaku diberhentikan, sedang perusahaan tidak merasa mem-PHK. Ya, kami serahkan ke OPD terkait untuk disekesaikan bipatride. Kalau tidak selesai ditingkat itu, ya ke tingkat tripartit,” jelas Agus.
Padahal lanjut Agus, karyawan menerima surat PHK yang ditandatangani wakil pimpinan PT HUI Hj Sutiyah. Dan surat tertanggal 16 Maret 2021 saat ditunjukkan, diakui kebenarannya oleh Sutiyah.
“Katanya yang bikin surat pemecatan adminnya. Untuk narik uang BPJS ketenagakerjaan. Padahal, tidak ada PHK. Ini kan sudah tidak bener,” ujar ketua komisi III.
Wakil pimpinan PT HUI Hj Sutiyah membenarkan, telah mengeluarkan surat pemberhentian dan menandatangani surat PHK. Hanya saja tiga karyawan yang mangadu ke komisi III tersebut, tidak di-PHK.
“Surat itu untuk pencairan BPJS. Katanya syaratnya harus berhenti. Yang bikin surat itu admin saya,” katanya sebelum meninggalkan gedung DPRD.
Terkait gaji karyawan yang tidak dibayar penuh, perempuan berjilbab ini mengatakan, belum memiliki uang. Kekurangan gaji akan dibayar setelah pihak pembeli atau buyer membayar.
Mengenai karyawan yang tidak dipekerjakan lagi dan hanya sebagian yang dipanggil setelah diliburkan akibat pandemi Covid 19 dikatakan, karena order lagi sepi.
“Nanti kalau ordernya banyak, ya kita panggil lagi. Kemarin itu hanya ngerjakan 200 potong atau piece. Masa dipanggil semua. Kalau ordernya 25 ribu piece, pasti akan dipekerjakan semua,” pungkasnya.
Ditempat yang sama, Djuharsan (54), karyawan membenarkan, diberhentikan dari tempat kerjanya. Selain itu gaji 5 bulan bekerja dari Maret hingga Juli 2020, tidak dibayar penuh.
Karenanya, bapak yang tinggal di Jalan KH Hasan Genggong Gang Kemangi, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Kanigaran, akan terus menuntut haknya.
“Kami tidak terima diberhentikan sepihak. Kami juga menuntut Hak, yakni gaji harus dibayar penuh,” katanya.
Pria yang sudah mengabdi 28 tahun di PT HUI ini mengaku, tidak hanya dirinya yang bernasib seperti itu. Ada 2 teman lainnya yakni, Lukman Hakim (43) warga Desa Kramatagung, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo dan Yani (49) Jalan KH Hasan Genggong, Gang Kastir, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Kanigaran.
“Saat ada pekerjaan, kami bertiga enggak dipanggil. Padahal, saya sudah 28 tahun bekerja di sana,” pungkasnya usai RDP.