Pencabutan HPL Tambang Batu Kapur Puger, Pemkab Jember Nilai PAD Tidak Sesuai
JEMBER, FaktualNews.co – Pemkab Jember, secara tegas mencabut Hak Pengelolaan Lahan (HPL) 10 perusahaan yang melakukan penambangan mineral non logam Batu Kapur di Gunung Sadeng, Desa Grenden, Kecamatan Puger, Jember.
Pencabutan HPL itu dilakukan, menurut Sekda Jember, Mirfano, karena kesepuluh perusahaan dinilai tidak produktif dan melanggar aturan.
Pasalnya jumlah PAD yang disetorkan kepada Pemkab Jember, dinilai tidak sesuai dengan hasil pertambangan yang dilakukan.
“Jadi soal PAD ada sebagian yang memberikan, tapi jumlahnya sangat kurang. Ada yang memberikan hanya Rp6 juta setahun, tapi ada juga yang dia tidak punya peralatan bisa sumbang PAD Rp1 miliar lebih, ini yang jadi pertanyaan,” kata Mirfano saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di Kantor Pemkab Jember, Senin (7/3/2022).
Mirfano menjelaskan, bentuk pelanggaran aturan yang dilakukan kesepuluh perusahaan pemegang HPL itu. Dengan memperjual belikan hak pengelolaan yang dimiliki, kepada penambang lain.
“Jadi (para perusahaan yang dicabut HPLnya), memanfaatkan selembar kertas HPL itu, kemudian dikerjakan orang lain untuk diperjualbelikan,” katanya.
“Nah para pemegang HPL ini sudah melanggar aturan itu. Sehingga dimungkinkan, akan ada upaya hukum, jika ada yang (melakukan penambangan) ilegal dengan dalih memegang HPL yang bukan haknya,” kata Mirfano.
Terkait pelanggaran itu, lanjutnya, Pemkab Jember akan terus melakukan pemantauan.
“Tapi kalau masih kerja (melakukan penambangan ilegal), akan kita laporkan (ditindak secara hukum) ke polisi,” tegasnya.
Mirfano juga menambahkan, untuk penyalahgunaan HPL ini, Pemkab Jember akan memperkuatnya dengan bukti-bukti tambahan dugaan pelanggaran lain.
“Tapi dari evaluasi kami, pelanggaran yang dilakukan (pemegang HPL) sudah jelas mengarah ke sana (pelanggaran aturan penyalahgunaan HPL yang dimiliki),” tegasnya.
Terkait proses bagaimana kemudian bisa dilakukan penambangan di wilayah Gunung Sadeng, dengan mineral non logam batu kapur itu. Mirfano juga menjelaskan prosesnya.
“Jadi bagaimana kita melakukan eksploitasi (pertambangan) itu. Diawali adanya HGU (Hak Guna Usaha), kemudian disertifikatkan Hak Pakai (SHP) seluas 190 Hektare, baru terjadi di tahun 2013,” bebernya.
“Kebetulan sertifikat hak pakai (SHP) kita kan sejak tahun 2013, SHP nomor 4, nomor 5, dan nomor 14 tahun 2013 dan 2014. Didukung 2011 ada Perda Pajak, 2014 ada Perbup tentang Pemanfaatan Gunung Sadeng, yang dimulai pada tahun 2015 sejak Gunung Sadeng disertifikatkan. Maka proses penggarapan lahan kemudian untuk pertambangan itu,” imbuhnya.