Demo Aturan ODOL di Surabaya, Gerakan Sopir Jatim Serukan Mogok
SURABAYA, FaktualNews.co – Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) menyerukan para sopir truk mogok kerja mulai besok, 9 Maret 2022. Aksi ini sebagai lanjutan demonstrasi terhadap aturan Over Dimension dan Over Loading (ODOL) yang berlangsung Selasa (22/2/2022) lalu.
“Tanggal 9 – 10, armada-armada tidak akan jalan, dikandangin semua untuk menghentikan kegiatan logistik,” ucap Supriyono selaku koordinator GSJT kepada media ini, Selasa (8/3/2022).
Ia mengatakan, apabila aksi mogok kerja tidak mendapat respon dari pemerintah. Pihaknya mengancam akan menggelar demonstrasi besar-besaran di Kota Surabaya.
Rencananya, aksi demo akan digelar di depan Kantor Gubernuran Jalan Pahlawan dan Gedung Negara Grahadi Jalan Gubernur Suryo.
Pihaknya pun mengajak para sopir truk di Jawa Timur turut terlibat dalam unjuk rasa itu. Oleh karenanya, mulai besok GSJT secara intens akan membagikan selebaran ajakan demonstrasi di beberapa titik di Jawa Timur.
“Selebaran dibagikan di Posko Buduran, Kalianak itu ada, terus di By Pass Mojosari ada, di Mojoagung ada, di Magetan ada, di By Pass Ngawi ada, di Lumajang ada sampai di Jember juga ada,” rincinya.
Mengenai tuntutan aksi, pria yang biasa disapa Gus Pri ini menjelaskan, bahwa para sopir sebenarnya tidak berkeberatan atas pemberlakuan aturan ODOL.
Hanya saja dia bilang, ada beberapa poin yang meresahkan para sopir apabila aturan ini secara utuh dijalankan melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Zero ODOL Tahun 2023.
Pertama kata dia, soal sistem pengupahan angkutan logistik dimana sampai saat ini belum ada aturan baku yang mengaturnya.
“Nah kami minta hadirnya pemerintah disitu jadi penengah harus ditetapkan standar ongkosan. Misalnya dari Banyuwangi ke Surabaya itu berapa, sehingga tidak ada lagi yang membayar dibawah itu,” lanjutnya.
Kedua tentang biaya pemotongan bak kendaraan. Dengan pemberlakuan aturan ODOL, maka kendaraan yang selama ini terlanjur berdimensi lebih wajib disesuaikan.
Biaya normalisasi ini menjadi tanggungan para sopir. Padahal menurut Gus Pri, biaya normalisasi tidak sedikit, berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 15 juta. Dia pun meminta supaya pemerintah memberikan subsidi.
Ketiga, dengan adanya normalisasi dia katakan, maka berimbas pada menurunnya pendapatan sopir seiring menyusutnya jumlah muatan. Sehingga pihaknya berharap pemerintah menjamin hal tersebut tidak akan terjadi.
Lalu Terakhir, Gus Pri sampaikan jika para sopir mendesak pemerintah tegas memberantas mafia ODOL dan mafia pembuatan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Maraknya buku KIR palsu yang diterbitkan oleh oknum Dinas Perhubungan mengindikasikan adanya sindikat ini.
“Kami berharap Ibu Gubernur mengambil kebijakan. Sebelum aturan ODOL dilaksanakan harus ada perubahan regulasi di tingkatan Undang-Undang Lalu Lintasnya. Sebelum itu jelas aturan pelaksanaannya, kita jangan ditilang dulu,” pungkasnya.