Pemkab Kediri Didesak Pulangkan Ratusan Benda Purbakala yang Tersebar di Luar Daerah
KEDIRI, FaktualNews.co – Sedikitnya 500 benda purbakala milik Kabupaten Kediri sampai saat ini belum bisa dipulangkan. Sebab, belum adanya museum yang representatif untuk menempatkan benda purbakala sejak abad ke-10 itu.
Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4) meminta pemerintah daerah setempat untuk memulangkan ratusan benda purbakala yang tersebar di beberapa daerah. Hal tersebut diungkapkan Ketua DK4, Imam Mubarok.
“Jika bisa dibawa pulang ini akan menjadi sejarah. Bupati ke-25 itu bisa membawa pulang (benda purbakala), tidak hanya Harinjing semuanya nanti kami berharap bisa dibawa pulang,” ujarnya, Selasa (8/3/2022).
Dari beragam benda purbakala, ada Prasasti Harinjing yang menjadi dasar hari jadi Kabupaten Kediri. Imam menuturkan, prasasti ini berada di Museum Nasional Indonesia dan belum bisa dibawa pulang lantaran ada prasyarat khusus (berkirim surat kepada presiden).
Ia mengaku telah menyampaikan hal itu ke Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana. Menanggapi persoalan ini, Dhito mengatakan bahwa Kabupaten Kediri harus memiliki museum yang memadai agar ratusan benda purbakala itu bisa dibawa pulang.
“Saya pinginnya museum Kediri nanti seperti Ullen Sentalu Museum di Sleman Yogyakarta. Sebab yang dimiliki oleh Kabupaten Kediri dari peninggalan masa lalu sangat luar biasa, sehingga harus dibangun yang luar biasa pula,” kata Dhito.
Pemkab Kediri memang sudah memiliki Museum Daerah Bhagawanta Bari yang berada di belakang kantor dewan. Tapi, museum tersebut terlalu kecil untuk membawa pulang ratusan benda purbakala yang tersebar.
“Ke-500 benda purbakala tersebut terbanyak berada di BPCB Trowulan, yakni 300 lebih. Lainnya tersebar antara lain di Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Museum Sonobudaya Yogyakarta dan Museum Nasional Indonesia,” ucap Arkeolog sekaligus Kasi Muskala di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Eko Priatno.
Prasasti Harinjing adalah prasasti yang ditemukan di wilayah Kediri, Jawa Timur, dan kini menjadi koleksi Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor inventarisasi D.173. Prasasti itu memuat tiga angka tahun berbeda di dalam satu batu yang utuh.
Karenanya, berdasarkan angka tahun yang berbeda tersebut prasasti ini disebut dengan nama Prasasti Harinjing A, Harinjing B, dan Harinjing C.
Dari ketiganya yang paling tua adalah Prasasti Harinjing A, yakni tertanggal 25 Maret 804 masehi, Prasasti B dan C, tertanggal 19 September 921 dan tanggal 7 Maret 927 Masehi.
Dilihat dari ketiga tanggal tersebut menyebutkan nama Kediri ditetapkan tanggal 25 Maret 804 M. Yakni tatkala Bagawantabhari memperoleh anugerah tanah perdikan dari Raja Rake Layang Dyah Tulodong yang tertulis di ketiga prasasti Harinjing.
Nama Kadiri semula kecil lalu berkembang menjadi nama Kerajaan Panjalu yang besar dan sejarahnya terkenal hingga sekarang.
Selanjutnya, ditetapkan surat Keputusan Bupati Kepada Derah Tingkat II Kediri tanggal 22 Januari 1985 nomor 82 tahun 1985 tentang hari jadi Kediri, yang pasal 1 berbunyi ‘Tanggal 25 Maret 804 Masehi ditetapkan menjadi Hari Jadi Kediri.