MSA Tersangka Pencabulan di Jombang Belum Ditahan, WCC : Bisa Ganggu Psikologi Korban
JOMBANG, FaktualNews.co – Lembaga aktivis perempuan WCC (Women’s Crisis Center) Jombang menyayangkan fakta belum ditahannya MSA anak kiai salah satu pondok pesantren di Kecamatan Ploso sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan oleh Polda Jawa Timur meski berkas telah ditetapkan P21.
Aktivis perempuan WCC Jombang, Novita Sari mengungkapkan, jika keadaan tersebut dibiarkan berlarut-larut, akan mengganggu kondisi psikologi korban yang seharusnya turut menjadi perhatian.
“Lamanya proses hukum semakin membuat korban merasa tidak aman, tidak tenang karena tersangka masih bebas. Sementara korban juga harus tetap melanjutkan kehidupannya entah belajar atau bekerja. Jika tidak segera dilakukan penangkapan maka akan berdampak pada korban dalam menjalani kehidupannya,” ungkapnya, Kamis (10/3/2022).
Meski sejumlah lembaga anti kekerasan seksual juga memberikan dukungan terhadap korban, menurutnya ketegasan aparat penegak hukum (APH) juga menjadi poin penting dalam penyelesaian kasus dugaan pencabulan oleh MSA kepada santriwatinya ini.
“Pendampingan WCC Jombang, Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual dan LBH Surabaya sejauh ini dilakukan pada proses litigasi, non litigasi termasuk penguatan psikologis bagi korban dan keluarga. Kami berbagi peran sesuai kapasitas masing-masing,” jelasnya.
Novita mengatakan, indikasi penanganan kasus dugaan pencabulan menyeret nama MSA terkesan berlarut-larut, menjadikan setiap elemen masyarakat untuk mendorong APH agar segera menahan tersangka bahkan mendesak upaya jemput paksa.
“Mungkin bukan hanya WCC saja tapi masyarakat dan seluruh organisasi masyarakat, organisasi agama, dan semuanya harus bersama-sama mendorong APH untuk bisa segera melakukan upaya jemput paksa. Mengingat belum ada itikad baik dari tersangka atas panggilan-panggilan yang diberikan. Maka pihak yang dalam hal ini adalah kepolisian harus melakukan jemput paksa, menjadi tanggungjawabnya untuk menyerahkan tersangka kepada Kejaksaan,” tandasnya.
Menurutnya atas kasus tersebut memperlihatkan kepada masyarakat, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum pada lembaga keagamaan menunjukkan ruang aman di dalamnya terbukti belum ada.
“Maka diperlukan kerja sama oleh semua elemen untuk melawan kekerasan seksual, tidak justifikasi dengan korban, dan menciptakan ruang aman bagi setiap individu terutama perempuan dan kelompok rentan dari kekerasan seksual dalam setiap sektor lembaga,” pungkas Novita.