Kesehatan

Kasus TB di Jember Turun Drastis Sejak Pandemi, Dinkes Khawatir Fenomena Gunung Es

JEMBER, FaktualNews.co – Angka kasus tuberkulosis (TB) di Kabupaten Jember tahun 2021 tercatat 3.170 kasus.

Angka ini turun drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018 saja angkanya mencapai 6.900 pengidap TB, sehingga Kabupaten Jember menempati posisi kedua terbanyak se-Provinsi Jatim.

Namun turunnya angka kasus TB di Kabupaten Jember, menurut Kasi P2PM (Pengendalian Penanggulangan Penyakit Menular) Dinkes Jember dr Rita Wahyuningsih, bukan menjadi kabar baik bagi penanganan kasus TB di Jember.

Sebab, menurut dr Rita, menurunnya angka kasus ini dikhawatirkan sebagai fenomena gunung es.

“Untuk potret Kabupaten Jember sendiri, sebetulnya Jember ini nomer 2 se-Jawa Timur untuk capaian kasus TB-nya. Nomor satu Surabaya,” kata dr Rita di Kantor Dinkes Jember, Rabu (23/3/2022).

Dengan ada penurunan selama dua tahun terakhir, kata dr Rita, bicara upaya pencegahan dari penyakit menular ini, tentunya ada dua asumsi.

“Apakah memang betul-betul kasusnya tidak ada, atau penemuannya yang sulit karena memang cenderung terbatasi kegiatan kita (karena saat itu pandemi Covid),” ucap dr Rita.

Lebih lanjut dr Rita menjelaskan, dengan menurunnya angka kasus TB di Jember diakui karena ada banyak faktor yang mempengaruhi. Khususnya soal dikucilkan dari lingkungan sekitar, jika ada yang terkonfirmasi TB.

“Lah banyaknya kasus yang belum kita temukan itu sebenarnya dipengaruhi banyak faktor juga. Karena stigma masyarakat kaitannya dengan penyakit TB itu masih kuat banget. Jadi artinya, ketika orang itu tahu (ada salah seorang warga) terkena TB, biasanya dikucilkan! Takutnya diisolir dengan lingkungan sekitar,” ungkapnya.

“Kemudian faktor kedua, masa pandemi covid terakhir. Kita fokus ke covid. Sebenarnya bukan tidak ada kasus TB. Kasus TB itu ada. Tetapi karena gejalanya hampir sama, ya sebelas dua belas, antara covid dengan TB, apalagi sama-sama yang diserang saluran pernapasan. Gejala yang muncul dominan itu batuk, lah orang jadinya takut mau diperiksa. Takut dicovidkan,” imbuhnya.

Kemudian faktor ketiga, lanjutnya, sulitnya mendata soal penyebaran atau penularan TB.

Menurut dr Rita, pemahaman masyarakat soal penyakit TB, cara penanganan, dan meyakinkan jika terkonfirmasi bisa disembuhkan. Hal itu dirasa masing kurang.

“Sehingga untuk edukasi terus kita lakukan, juga kita upayakan dilakukan. Supaya masyarakat itu idealnya tidak perlu diperintah atau disuruh tetangganya. Tetapi dia sendiri bisa mendeteksi diri,” ujarnya.

“Semisal batuk sudah lebih 2 minggu atau muncul gejala lain, mereka sudah paham dan langsung datang untuk periksa,” sambungnya.