MOJOKERTO, FaktualNews.co – Selama masa pandemi Covid-19, pemerintah menyalurkan beragam bantuan. Sasarannya warga terdampak.
Salah satu di antara bantuan itu adalah program bantuan pangan nontunai (BPNT). Bagaimana realisasi BPNT di lapangan? Ternyata, tercium aroma ketidakberesan. Padahal, bantuan itu diperuntukkan keluarga miskin.
Sejak masa pandemi Covid-19, alokasi anggaran BPNT dinaikkan. Awalnya, BPNT dijatah Rp 150 ribu per keluarga penerima manfaat (KPM). Lalu naik menjadi Rp 200 ribu.
Pada periode penyaluran bulan Januari sampai Maret 2022 Kemensos mengeluarkan kebijakan disalurkan secara tunai melalui PT Pos Indonesia. Kini bantuan tersebut kembali dibagikan dalam wujud non-tunai alias dalam bentuk sembako.
Untuk mengetahui penyaluran tersebut, FaktualNews.co melakukan penelusuran. Di lapangan, mendapati dugaan penyimpangan penyaluran dari sejumlah fakta yang ditemukan pada penyaluran bulan April 2022.
Misalnya, sejumlah KPM di Desa Kaligoro, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto mendapatkan barang dari agen berinisal NA yang tidak sesuai aturan dalam Pedoman Umum (Pedum) Program Sembako Tahun 2020.
Informasi yang dihimpun, ada KPM yang mendapatkan sampo sasetan, minyak goreng, dan mi instan. Mirisnya, nota yang diberikan pun tidak sama dengan barang yang diterima.
Seperti nota yang diterima perempuan berinisial S. Di dalam nota tercatat ia menerima 4 Jenis komoditas. Yakni, beras 15 Kilogram (kg) seharga Rp 144 ribu, 4 jeruk seharga Rp 40 ribu, 1 apel Rp 14 ribu, dan garam seharga Rp 2 ribu.
Namun, perempuan berusia 69 ini mengaku mendapatkan beras 15 kg, jeruk dua kresek, 650 milimeter minyak goreng 2 botol, dan sampo sasetan.
“Saya ambil jeruk di plastik, minyak goreng, dan beras. Mau ambil telur, tapi tidak ada. Karena uangnya masih sisa, saya diberi sampo,” Katanya saat ditemui di kediamannya.
Pendamping PKH di Mojokerto Rangkap Suplier BPNT
Di sisi lain, ditengarai salah satu oknum Koordinator Kecamatan (Korcam) pendamping PKH berinisial SH juga menjadi supplier atau pemasok jeruk dan melon untuk program BPNT ke agen NA dan TS yang berada di wilayah Kecamatan Kutorejo.
Hal ini, diperkuat adanya bukti transferan antara agen TS melalui bank BNI yang dikantongi FaktualNews.co. Bahkan, SH tak segan-segan mengantarkan barangnya ke toko agen tersebut sendiri.
Menurut salah satu pedamping PKH yang tidak ingin disebut namanya, SH masih ada hubungan saudara dengan Agen NA.
“Itu kakaknya Korcam (SH). Seharusnya tidak boleh pendamping mensuplai. Bukti transfernya jelas kok,” ucapnya.
Praktik semacam itu, tidak sesuai dengan Pedoman Umum (Pedum) Program Sembako 2020 dan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) nomor 20 tahun 2019 tentang BPNT.
Dari hasil penelusuran ini, tentu dibutuhkan penelusuran lebih lanjut dan menjadi kewenangan pengawas atau aparat penegak hukum.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kabupaten Mojokerto Try Raharjo Mardianto menanggapi kasus tersebut. Ia menegaskan, dana BPNT dimanfaatkan untuk membeli minyak goreng dan sampo itu jelas salah. Apalagi barang yang diperoleh dengan nota tidak sama.
“Tidak sesuai ketentuan. Ketentuannya itu kan yang mempunyai karbohidrat hewani, protein nabati, atau vitamin mineral,” jelasnya.
Terkait penyuluh atau pedamping PKH yang menjadi supplier, Try Rahardjo menegaskan jika tindakan tersebut juga menyalahi aturan. Apabila dugaan pendamping merangkap supplier ini benar, pihaknya tak akan segan-segan memberikan sanksi tegas.
“Sudah jelas salah. Kalau memang PKH, ya tugasnya mendampingi. Kalau seumpama informasi ini benar, akan kami tindak tegas,” tandasnya.
Ia berjanji akan menerjunkan tim ke lokasi untuk menelusuri dugaan penyelewengan itu. “Saya akan terjunkan tim untuk mencari tahu kebenarannya, seperti apa sih sebenarnya yang terjadi,” kata Try Rahardjo.