WINA, FaktualNews.co – Tiga cara untuk mengatasi kejahatan transnasional ditawarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam sidang ke-31 CCPCJ (Commission on Crime Prevention and Criminal Justice) di Wina, Austria, yang digelar sejak 16-20 Mei 2022.
CCPCJ atau Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana adalah forum di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). CCPCJ dibentuk tahun 1992 oleh the Economic and Social Council (ECOSOC) dan berfungsi sebagai badan pembuat keputusan di bawah naungan PBB.
Tak heran dalam sidang CCPCJ ke 31 di Wina, para pejabat tinggi dan perwakilan dari 130 negara anggota PBB hadir. Dalam sidang di Wina Austria tersebut, Indonesia mengirimkan Sekretaris Utama BNPT Mayjen TNI Dedi Sambowo dan pejabat Kementerian Luar Negeri serta didampingi Perutusan Tetap Republik Indonesia.
Sidang dipimpin Takeshi Hikihara dari Jepang. Takeshi menyampaikan bahwa kegiatan yang diselenggarakan secara virtual dan tatap muka ini akan mengadakan lebih dari 80 pertemuan tambahan dan mempertemukan perwakilan dari 130 negara dan 55 organisasi non-pemerintah.
Sidang CCPCJ mengangkat tema: “Penguatan penggunaan bukti digital dalam peradilan pidana dan penanggulangan kejahatan dunia maya, termasuk penyalahgunaan dan eksploitasi anak di bawah umur dalam kegiatan ilegal dengan penggunaan internet”.
Indonesia sendiri dalam pandangan yang dibawakan Sekretaris Utama BNPT Mayjen TNI Dedi Sambowo mengusulkan 3 cara untuk mencegah dan memberantas kejahatan transnasional.
“Dalam melaksanakan upaya bersama dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional, ada beberapa hal penting yang perlu kita lakukan,” kata Dedi seperti dikutip dari siaran pers BNPT.
“Pertama, mengantisipasi ancaman kejahatan transnasional. Kedua, tanggap dalam melaksanakan langkah-langkah penanggulangan kejahatan transnasional. Ketiga, memperkuat kerja sama internasional di setiap level,” jelas Dedi yang juga selaku Wakil Pimpinan Delegasi Indonesia.
Dalam kesempatan itu, BNPT membagikan pengalaman Indonesia dalam mengimplementasikan restorative justice untuk mengurangi kejahatan dan kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan.
Menurut Dedi bila kemajuan teknologi membuka celah kejahatan transnasional. Kejahatan tersebut membahayakan keselamatan dan kesejahteraan manusia. “Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membuka jalan bagi eksploitasi dan penyalahgunaan yang tidak bertanggung jawab. Maka Indonesia menyambut baik kegiatan ini dan akan berkontribusi selama prosesnya,” tandas Dedi Sambowo.
Dedi memaparkan, kejahatan transnasional terus berkembang dan semakin meningkat. Kejahatan ini terorganisir sehingga makin kompleks.
“Ini tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dan mempengaruhi semua aspek kehidupan, termasuk sistem peradilan pidana. Maka dari itu, upaya kolektif dan terkoordinasi untuk mencegah dan memerangi kejahatan transnasional penting dilakukan,” tegas Sestama BNPT.
Isu Terorisme
Sidang CCPCJ ke-31 juga dimanfaatkan Dedi untuk mengangkat isu terorisme. Dedi menyampaikan langkah mendesak yang harus dilakukan terkait isu terosisme. Langkah itu adalah menetapkan norma dan standar internasional di bawah CCPCJ tentang perlindungan anak terkait teroris dan kelompok ekstremis kekerasan.
“Norma mencakup tiga aspek utama, yaitu pencegahan anak-anak dari perekrutan atau asosiasi dengan kelompok teroris, rehabilitasi dan reintegrasi, serta keadilan bagi anak-anak,” rinci Dedi.
Menutup statemennya, Sestama BNPT mengajukan pencalonan untuk keanggotaan CCPCJ dari 2024-2026. Dalam sidang yang berlangsung di Wina Austria tersebut BNPT melakukan pertemuan bilateral dengan Amerika Serikat, Italia, Nigeria, dan Jepang. Pertemuan tersebut sebagai upaya memperkuat kerjasama di bidang penanggulangan terorisme, khususnya terkait dengan dukungan terhadap rencana resolusi tentang penanganan anak.