KEDIRI, FaktualNews.co-Sampah akan menjadi bom waktu jika tidak ditangani dengan baik. Pemerintah Indonesia menargetkan terjadi pengurangan sampah nasional sebesar 30 persen pada 2025. Sementara, menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), pengurangan sampah di Indonesia baru bisa terealisasi 3,5 persen dari 33,3 juta ton timbunan sampah pada 2020.
“Di Kota Kediri dari rumah tangga dan tempat usaha menyumbang sampah hingga 140 ton setiap hari,” ungkap Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar, Sabtu (21/5/2022).
Untuk mengatasi sampah yang setiap hari menumpuk, Pemerintah Kota Kediri akan membuat strategi komprehensif, guna menyelesaikan permasalahan sampah dengan penanganan dari hulu ke hilir untuk mewujudkan Kota Kediri sebagai zero waste city. Pemkot Kediri akan memanfaatkan data untuk membuat kebijakan penanganan sampah sebagai implementasi smart city, smart environment.
“Penanganan sampah kalau dimulai dari hulu itu sebenarnya bisa menghemat anggaran, memang lebih lama karena perlu mengedukasi masyarakat. Tapi mengaca pada negara-negara maju, pengelolaan sampah yang modern memang harus dimulai di hulu. Kalau semua hanya mengandalkan TPA, itu akan terus menumpuk dan menjadi bom waktu jika sudah tidak mampu menampung lagi,” imbuh Mas Abu.
Untuk mengurangi penumpukan sampah, limbah sampah yang ada di Kota Kediri sebagian dimanfaatkan menjadi pakan hewan organik. Bahkan hewan ternak yang makan daun difermentasi ini tidak berbau menyengat dan kotorannya juga tidak menimbulkan polusi udara.
“Bisa dicek di Kelurahan Ngronggo, limbah dedaunan kering di jalan-jalan itu difermentasi dan bisa jadi bahan makanan kambing. Limbah sayuran di Pasar Grosir yang biasanya dibuang ke TPA juga bisa dibuat biskuit untuk makanan kelinci, bahkan produknya sudah dijual ke marketplace. Limbah sampah seperti ini kan tidak bisa di-recycle, nah pemanfaatannya bisa dikompos atau kalau bisa dimanfaatkan menjadi pakan ternak lebih bagus, jangan dibakar karena polusi udara. Limbah dedaunan ini kelihatan sepele, tapi jumlahnya juga besar,” kata Abdullah Abu Bakar.
“Perlu inovasi dan peran aktif masyarakat untuk permasalahan sampah ini, tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah saja namun seluruh elemen yang ada di Kota Kediri juga harus terlibat. Saya sering mendapati permasalahan saluran air yang buntu. Ternyata setelah dibuka banyak sampah plastik yang menyumbat aliran air,” tutur Abdullah Abu Bakar.
Koordinator kader lingkungan, Ana Mulyaningsih menambahkan edukasi kepada masyarakat dengan cara datang ke rumah satu persatu ini memberikan waktu lebih lama berbincang dengan masyarakat. Warga juga bebas mengungkapkan masukannya dan tidak sungkan lagi. Berbeda jika edukasi dilakukan bersama banyak orang, warga cenderung pasif. Oleh karena itu, upaya edukasi dengan cara datang ke rumah satu persatu ini akan dilakukan secara berkelanjutan kedepannya oleh para kader lingkungan.
“Melalui cara ini diharapkan masyarakat bisa lebih sadar dan terus ikut terlibat dalam mengatasi permasalahan sampah sejak dari kawasannya,” pungkas Ana.