Kasus Uang Rp 3,7 M yang Disita Polisi Mojokerto Masih Terkendala Alat Bukti
MOJOKERTO, FaktualNews.co – Kasus uang Rp 3,7 milyar yang dilakukan penyitaan masih terus bergulir di meja penyidik Satreskrim Polresta Mojokerto. Namun, sejak diterbitkan Surat Pemeberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) 13 April 2022,penyidik belum menetapkan tersangka.
Hingga akhirnya, kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto melayangkan Surat P-17 untuk mempertanyakan perkembangan kasus tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Kasat Reskrim Polresta Mojokerto, AKP Rizki Santoso mengatakan, Kejari menanyakan progres atau perkembangan merupakan hal biasa. Ia berjanji bakal memaksimalkan proses penanganannya.
“Terkait SPDP yang kita berikan otomatis menanyakan progresnya, itu suatu hal yang wajar. Kita tetap memaksimalkan penanganan perkara, masih dalam proses pendalaman,” katanya kepada FaktualNews.co, Rabu (25/5/2022).
Menurut dia, kasus ini merupakan perekara baru di Indonesia. Sehingga pihaknya tidak bisa serta merta menyimpulkan arahnya seperti apa. Oleh karena itu, dalam proses penanganannya penyidik berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keungan (OJK), dan saksi ahli terkait temuan perkara ini.
“Kita tidak bisa langsung menyimpulkan, baru perkara pertama, belum pernah ada perkara serupa. Jadi kita tidak bisa serta merta menyimpulkan seperti apa arahnya. Yang pasti kita minta petunjuk dari OJK BI terkait peristiwa temuan kita ini,” ungkap Rizki.
Meski demikian, jelas Rizki, petunjuk dari OJK dan BI juga belum bisa mengena dan fokus berkait peristiwa pidananya. Hasil koordinasi masih seputar teknis.
“Masih belum mengena, dalam artian belum fokus. Petunjuknya masih sifatnya lebih ke arah teknis. Masih kita lengkapi dan sebagainya,” jelasnya.
Dalam penanganan kasus ini, Ia mengaku tidak ada kesulitan. Akan tetapi pihaknya lebih berhati-hati untuk melengkapi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana pasal yang terapkan.
Yakni, Yakni pasal 106 UU RI nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan pasal 49 ayat (1) dan (2) UU RI nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
“Kita tidak ada kesulitan, tapi lebih ke hati-hati dalam penanganannya untuk melengkapi unsur-unsur pidananya. Tidak bisa semudah itu. Kita harus banyak koordinasi dengan instasi terkait,” ungkapnya.
Sejauh ini, perkara yang menjerat JRS (32) dan kawan-kawan belum menemukan titik terang. Penyidik masih berupaya mengumpulkan barang bukti dan mematangkan unsur tindak pidananya.
Rizki meyakini temuan uang senilai Rp 3,7 milyar itu ada dugaan tindak pidananya.
“Fakta baru belum ada, sementara kita kumpulkan dulu, kita matangkan dulu. Kami yakin pada perbuatannya menyalahi perkara pidana,” tandasnya.
JRS dan kawan-kawan mendapatkan uang baru sekitar Rp 5 miliar dari salah satu bank pelat merah di bawah naungan BUMN yang terletak di Bandung, Jabar. Uang tunai dalam jumlah besar itu dikirim ekspedisi pihak ketiga kepada kelompok JRS di Batang, Jabar.
JRS dan 4 temannya asal Sidoarjo lantas membawa uang tersebut ke Jatim. Mereka menjual sekitar Rp 1,27 miliar di Nganjuk dan Jombang. Lantas sisanya sekitar Rp 3,73 miliar dibawa mampir ke Mojokerto.
Karena kelompok pengepul uang baru ini menemui seorang pembeli berinisial MS di Jalan Raya Desa Pagerluyung, Gedeg, Mojokerto, tepatnya di dekat Exit Tol Mobar pada Kamis (7/4) sekitar pukul 01.00 WIB. Saat itulah mereka diamankan patroli Satuan Sabhara Polres Mojokerto Kota.
Kasus ini kemudian ditangani oleh Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Sampai saat ini, polisi masih menyita uang baru Rp 3,73 miliar sebagai barang bukti.
Mobil Daihatsu Grand Max milik JRS dan Mitsubishi Pajero Sport milik MS juga disita. 6 orang yang sempat diamankan dipulangkan karena statusnya masih saksi.
Beberapa waktu bergulir, penyidik melakukan serangkaian tahap penyidikan kasus ini dengan memeriksa sejumlah saksi. Antara lain JRS dan kawan-kawan serta tiga pegawai bank pelat mereh di bawah naungan BUMN yang terletak di Bandung, Jawa Barat.
Selain itu, penyidik juga meminta pendapat dua saksi ahli untuk merekontruksikan kasus ini dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebulan sejak SPDP diterbitkan 13 April 2022 polisi belum menetapkan tersangka. 6 orang yang sempat diamankan statusnya masih menjadi saksi.