TULUNGAGUNG, FaktualNews.co – Ratusan nelayan Tulungagung, meminta segera dibuatkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Pasalnya, sampai saat ini nelayan mengeluhkan sulitnya membeli solar.
Belum lagi, kuota yang diberikan SPBU tidak bisa mencukupi kapasitas solar nelayan untuk melaut mencari ikan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Tulungagung, Jaiman mengatakan, bahwa kendala yang dihadapi nelayan di Tulungagung adalah terkait ketersediaan solar. Padahal solar itu merupakan kebutuhan primer para nelayan untuk melaut.
“Kami merasa diombang-ambingkan dengan solar. Karena sampai sekarang kami masih kesulitan mendapatkan solar,” ujarnya.
Jaiman menjelaskan, hal ini disebabkan karena di Tulungagung tidak ada SPBN. Cotohnya, untuk nelayan di Pantai Sine, Kecamatan Kalidawir. Total nelayan di Pantai Sine mencapai 300 orang lebih, dengan 200 armada kapal. Mulai dari 1 GT hingga 20 GT.
Mereka harus membeli solar di SPBU terdekat dengan jarak tempuh mencapai 17 Km.
“Nah ketika membeli di SPBU terdekat, ternyata SPBU tidak bisa memberikan kebutuhan solar untuk nelayan. Karena hanya dibatasi maksimal pembelian 200 liter setiap nelayan. Padahal untuk kapal di atas 7 gross tonnage (GT), membutuhkan solar hingga 500 liter,” jelasnya.
Lebih lanjut Jaiman mengatakan, akhirnya bagi nelayan yang memiliki kapal diatas 7 GT, harus menggunakan nama nelayan lain untuk mencukupi kebutuhan solar.
Bahkan setiap kali pembelian, para nelayan juga harus menyewa mobil angkut. Otomatis nelayan harus mengeluarkan ongkos lebih hanya untuk membeli solar.
“Jadi setiap 10 sampai 15 nelayan biasanya akan menyewa mobil angkut untuk membeli solar. Jika harga setiap 1 liter di SPBU adalah Rp 5.150, maka ketika sudah sampai di Pantai Sine harganya menjadi Rp 6.000. Artinya setiap liter solar yang dibeli, nelayan harus mengeluarkan ongkos tambahan sekitar Rp 850 setiap liter pembelian solar,” paparnya.
Pria 57 tahun itu juga menerangkan, setiap kali nelayan berangkat melaut untuk mencari ikan itu belum pasti untung. Bahkan seringkali nelayan melaut hanya balik modal saja.
“Untuk kapal dibawah 7 GT modal yang dibutuhkan untuk melaut itu sekitar Rp 130 ribu. Sedangkan kapal diatas 7 GT modal untuk melaut bisa mencapai Rp 3,5 Juta. Itupun belum pasti dapat untung,” terangnya.
Maka dari itu, Jaiman berharap kepada pemerintah agar segera menyediakan SPBN di Tulungagung. Karena jika selama ini ada kelangkaan solar, para nelayan terpaksa tidak bisa melaut.
“Minimal harapan kami ada 1 SPBN di Tulungagung. Itu akan sangat membantu sekali bagi nelayan,” tuturnya.
Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah mengusulkan sejak dua tahun lalu ke Pertamina untuk membuat SPBN di Tulungagung.
Namun, ternyata dari hasil survei yang dilakukan pertamina, belum bisa membuat SPBN di Tulungagung.
“Dulu itu kendalanya adalah jumlah nelayan yang belum memenuhi persyaratan didirikannya SPBN di Tulungagung. Tahun ini kami akan usulkan kembali pembuatan SPBN. Kalau melihat peta pantai di Tulungagung, sebenarnya 2 SPBN saja, sudah bisa mengcover nelayan di Tulungagung,” pungkasnya.