Menelisik Fenomena Prostitusi Online di Tulungagung
TULUNGAGUNG, FaktualNews.co – Maraknya kasus prostitusi online di Tulungagung bagaikan gunung es. Meski praktik prostitusi online sudah menjadi rahasia umum, aparat penegak hukum masih kesulitan untuk melakukan tindakan karena belum ada aturan yang spesifik terkait prostitusi online.
Salah satu pelaku open booking out (BO) di Tulungagung, sebut saja Mawar menuturkan bahwa dirinya menekuni bisnis gelap ini sejak dua tahun lalu. Untuk mempermudah pekerjaanya, ia menggunakan media sosial untuk menawarkan diri. Dalam sehari biasanya Mawar mendapatkan dua klien.
“Biasanya klien yang datang ke lokasi saya. Untuk tempatnya saya pilih di hotel disekitaran kota Tulungagung. Karena saya lebih merasa aman, dari pada tempat lain yang sifatnya di daerah pinggiran. Sedangkan untuk harga, saya mamatok nominal dari Rp 350 ribu untuk satu kali main,” ujarnya.
Mojang asal Jawa Barat mengungkapkan bahwa alasan melakoni bisnis gelap ini karena ada beberapa hal. Pertama karena untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga setelah berpisah dengan suami. Sedangkan yang kedua, karena sudah merasa tidak mampu untuk melakoni pekerjaan lainya.
“Setelah saya berpisah dengan suami, saya kebingungan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, apalagi saya sudah memiliki anak satu. Untuk uang hasil pekerjaan ini, saya gunakan untuk keluarga dan sisanya saya gunakan untuk perawatan dan mencicil bangun rumah,” ungkap perempuan 21 tahun berparas cantik ini.
Sementara, pengguna jasa open BO di Tulungagung berinisal ZA mengatakan, bahwa kebanyakan perempuan yang open BO menggunakan platfom yang hampir sama. Sedangkan untuk harga juga tergantung dengan persetujuan kedua pihak. Kalau dirata-rata untuk harga mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 450 Ribu untuk sekali main.
“Sulitnya menggunakan open BO dari aplikasi itu, untuk memastikan apakah perempuan itu benar menawarkan atau hanya sebagai kedok untuk penipuan,” tuturnya.
Pria berkacamata itu menjelaskan, dari pengalamannya memang lebih banyak perempuan open BO dari luar Tulungagung. Meskipun juga ada perempuan dari Tulungagung yang melakukan open BO, tapi jumlahnya tidak sebanyak dari luar kota.
“Biasanya mereka sudah menyediakan tempat di hotel daerah perkotaan. Sedangkan untuk usia perempuan yang open BO juga bervariatif, kebanyakan dari usia 20 tahun hingga 25 tahun,” jelasnya.
ZA juga pernah menanyakan alasan kenapa perempuan memilih pekerjaan untuk open BO. Menurutnya, banyak perempuan yang memilih open BO karena untuk mencukupi perekonomian hingga untuk mencukupi keinginan life style.
Ibarat Gunung Es
Sementara itu, Ketua MUI Tulungagung, Hadi Muhammad Mahfudz membernarkan bahwa fenomena prostitusi online di Tulungagung, ibarat seperti gunung es. Pihaknya juga memiliki beberapa data tentang praktek prostitusi online di Tulungagung, namun untuk saat ini pihaknya masih belum bisa menunjukan berapa jumlah pastinya. Karena kasus prostitusi online ini sangat fluktuatif.
“Kami sudah menemukan kasus praktik prostitusi online di Tulungagung. Bahkan kasus ini sungguh sangat marak di Tulungagung,” katanya.
Hadi menyayangkan kepada Pemkab Tulungagung yang hingga kini belum mengeluarkan perda atau perbub tentang penindakan protitusi online. Selain itu, Pemkab Tulungagung juga belum memiliki perda atau perbub tentang penertiban rumah kos dan hotel yang sering digunakan untuk praktek prostitusi online di Tulungagung.
“Ada beberapa hal yang kami rekomendasikan kepada Pemkab Tulungagung terkait prostitusi online. Karena selama ini kami belum menerima perda atau perbub yang mengatur tentang penertiban kos dan hotel, maka dari itu kami meminta untuk segera ditertibkan. Selain itu, kami juga meminta agar penyedia tempat prostitusi online baik pemilik kos atau hotel juga dilakukan penindakan,” paparnya.
Ditempat terpisah Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Tulungagung, Iptu Retno Pujiarsih mengungkapkan bahwa polisi masih belum bisa mengatasi prostitusi online yang marak di berbagai kota, termasuk Tulungagung. Karena transaksinya tertutup dan belum adanya undang-undang (UU) spesifik perihal perdagangan seks di dunia maya. Bahkan, hingga kini hanya mucikari yang dapat ditindak hukum.
“Prostitusi online itu kami hanya bisa mendeteksi pelaku mucikarinya, yang mendapatkan fee atau uang imbalan dari kegiatan prostitusi. Dikarenakan UU yang ada kini hanya mengatur soal prostitusi,” tegasnya.
Kasus prostitusi online tersebut sampai kini masih belum ada aturan secara spesifik. Hanya ada UU yang membahas prostitusi di KUHP, juga ada lewat UU pornografi, ITE, hingga Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO). Karena mengingat sebagian pelaku prostitusi online melakukan transaksi tanpa melalui mucikari.
“Pada proses penindakan kasus prostitusi online juga harus bisa mengamankan barang bukti. Seperti bukti transaksi, uang hasil transaksi, dan sebagainya yang ditujukan untuk menguatkan tuduhan. Namun, terkait pengawasan sudah dilakukan dengan tim cyber di polres dan polda,” kata Retno.
Seberapapun prostitusi dibasmi oleh pemerintah dengan menutup tempat-tempat prostitusi namun bisnis ini seolah tidak ada matinya dan selalu menemukan jalan lain untuk menjajakan jasanya.
Bisnis prostitusi online justru dianggap lebih menguntungkan dibanding prostitusi secara konvensional, karena identitas wanita penyedia jasa maupun penggunanya dirahasikan. (Hammam)