Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Batu Malang, JPU Pastikan Bukan Rekayasa
MALANG, FaktualNews.co – Sidang lanjutan perkara dugaan kasus kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia atau SPI, Batu Malang, dengan terdakwa Julianto Eka Putra (JEP) atau Ko Jul kembali bergulir di Pengadilan Negeri Malang Kelas IA, Rabu (10/8/2022).
Agenda sidang yakni pembacaan jawaban (replik) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa beberapa hari lalu.
Terdakwa tidak dihadirkan secara langsung atau mengikuti persidangan melalui virtual dari Lapas Kelas I Lowokwaru Malang.
Salah satu JPU dari Kasi Pidana Umum Kejari Batu, Yogi Sudharsono mengatakan, pihaknya memberikan sanggahan terkait pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa bahwa perkara kekerasan seksual di sekolah SPI bukan rekayasa.
JPU tetap yakin terhadap dakwaan maupun tuntutan yang sudah dibacakan dan diuraikan serta dibuktikan secara materiil dan juga analisa yuridis yang telah dituangkan dalam surat tuntutan.
“Berdasarkan alat bukti yang sudah kita hadirkan dalam persidangan bahwa itu keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk saat proses pemeriksaan yang sudah kita hadirkan dalam persidangan, itu kita meyakini bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang seperti kita tuduhkan,” kata Yogi saat diwawancarai usai sidang.
Untuk sidang selanjutnya akan dilakukan pada 24 Agustus 2022 mendatang dengan agenda pembacaan duplik dari penasihat hukum terdakwa.
Perlu diketahui, pada Rabu (27/7/2022), terdakwa oleh JPU dituntut hukuman penjara selama 15 tahun dengan dijerat Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Salah satu kuasa hukum terdakwa, Jeffry Simatupang mengatakan, dalam agenda sidang replik, pihaknya menilai bahwa JPU hanya mengulang-ngulang dakwaan.
Dia juga menyampaikan bahwa terduga korban atau pelapor dalam perkara ini hanya berjumlah satu orang.
“Tidak tepat dikatakan 8 orang atau 9 orang, itu tidak tepat, karena menurut keterangan dari pengadilan negeri pun sudah menyatakan dalam rilisnya bahwa dalam perkara kami yang diduga korban atau yang sebagai pelapor hanya satu orang,” kata Jeffry saat diwawancarai usai sidang.
Pihaknya juga tetap bersikeras bahwa perkara tersebut telah direkayasa. Sehingga, pihaknya meminta kepada majelis hakim supaya terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.
“Bagi kami perkara ini sudah selesai pembuktiannya dan kami menyatakan bahwa perkara ini adalah perkara asumsi dan perkara ini tidak ada alat bukti yang mendukung bahwa terdakwa melakukan tindak pidana pelecehan atau kekerasan seksual,” katanya.