JOMBANG, KabarJombang.com – Menangkal Hoax serta meningkatkan ikhtiar membangun literasi digital di masyarakat jadi tujuan utama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) beserta PBNU.
Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Aptika Kemkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan melalui video berdurasi 2 menit saat kegiatan Seminar Literasi Digital di Auditorium FIK Unipdu Jombang pada Selasa (30/8/2022).
Ia menuturkan, bahwa Kememterian Kominfo bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siber Kreasi dengan jejaringnya, hadir untuk memberikan pelatihan literasi digital yang menjadi kemampuan digital tingkat dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Peningkatan literasi digital masyarakat adalah pekerjaan besar, oleh karena itu diperlukan kolaborasi yang baik agar tidak ada lagi masyarakat yang tertinggal dalam proses percepatan transformasi digital ini,” ucapnya.
Indonesia sendiri memiliki golongan dari usia produktif pada angka 70,72 persen. Bonus demografi inilah yang nantinya dipercaya akan menjadi satu kekuatan produktif, jika kelompok ini bisa maksimalkan potensi untuk kemajuan bangsa.
“Tekhnologi digital, merupakan kunci guna beradaptasi dengan persaingan dunia yang terbilang kompetitif saat ini,” ucapnya.
Karenanya, pemerintah Indonesia melalui Kemkominfo mencanangkan program gerakan melek literasi digital dan memanfaatkannya untuk tujuan positif.
Sementara itu, dilain sisi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, program literasi digital ini merupakan sebuah ikhtiar bersama untuk kemaslahatan.
Program skala besar yang menargetkan ribuan peserta ini nantinya diharapkan mampu menjadi tonggak awal, bagaimana masyarakat Indonesia bisa lebih melek akan literasi.
“NU sangat terbuka bagi siapapun pihak yang ingin ikut serta dalam gerakan literasi digital kali ini. Ini merupakan ikhtiar, program skala besar yang melibatkan partisipan luas,” katanya.
Program Literasi Digital ini melibatkan 200 ribu peserta. Tujuan yang ditarget ialah peserta dapat mengembangkan sikap untuk menghargai otentisitas atau kebenaran dalam menerima dan menyebarkan informasi.
“Informasi yang sudah kita terima dan sebarkan ini sungguh-sungguh harus informasi yang teruji kebenarannya, teruji faktualitasnya, dan teruji kredibilitasnya,” ungkapnya.
Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Unipdu Jombang (Yapetidu) KH Zaimuddin Wijaya As’ad, dalam sambutannya, bahwa santri memang harus melek membaca. Terlebih, di era saat ini semua serba canggih, sebab itu kemampuan santri selain ibadah, juga harus mengembangkan soft skill.
“Kemampuan literasi bagi santri harus tetap ditingkatkan. Tujuannya untuk tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap pemberitaan yang hoax,” ujarnya pada Selasa (30/8/2022).
Dr. Dhikrul Hakim, salah satu Pemateri mengatakan bahwa Pesantren mengalami transformasi yang massif, puncaknya pada masa pasca reformasi dimana banyak sekali pesantren salaf yang mencangkokkan keilmuan pesantren berbasis kitab salaf dengan kurikulum nasional berbasis pengetahuan modern.
“Sebagai imbasnya adalah adanya diversifikasi literasi dimana pesantren tidak hanya terfokus mempelajari al-kutub al-sofro ‘kitab kuning’ sebagai kitab induk pesantren (turats), tetapi juga al kutub al-baidho’ ‘buku putih’, majalah, dan koran,” ucapnya.
Hal ini menunjukan adanya keterbukaan pesantren terhadap keilmuan kontemporer yang progresif dan perangkat pembelajarannya yang modern. Menurutnya, literasi digital sebagai perubahan dan transformasi pada model pendidikan pesantren membawa arah baru literasi di mana para santri bisa secara bebas mengakses informasi.
“Baik berupa berita, e book, jurnal ataupun video tutorial yang beredar luas di luar dinding pesantren,” katanya.
Muhammad Mufid, Wakil Sekretaris PWI Jombang mengatakan, pengguna internet di Indonesia mencapai 204 juta dari sekitar 260 juta penduduk Penetrasi internet yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan bersikap kritis terhadap informasi yang beredar di internet Ada banyak orang Indonesia berkerumun di Internet dan terpapar oleh beragam informasi tanpa literasi yang memadai.
Tanpa diimbangi literasi yang kuat, masyarakat mudah termakan oleh hoaks. Salah satunya Kasus Dwi Hartanto yang merupakan kebohongan terbesar di Negeri ini. Bahkan Kedubes saja tertipu olehnya.
“Santri juga bagian dari peradaban besar dunia, maka harus percaya diri dengan keilmuannya Perkuat literasi terlebih dahulu, gunakan media digital untuk mengembangkan skill. Dan santri perlu memahami dan menguasai media digital, terutama untuk dakwah,” katanya.(Anggit)