SURABAYA, FaktualNews.co – Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang pasca Arema FC vs Persebaya dengan skor 2-3 membuat ratusan nyawa melayang. Mereka yang meninggal diduga sesak napas karena berjubel untuk melarikan diri.
Tembakan gas air mata, juga dianggap memperparah kondisi tersebut.
Dalam Federation International de Football Association (FIFA) Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19 B, telah melarang keberadaan benda tersebut di dalam stadion.
“Tidak ada senjata api atau “gas pengendali massa” yang boleh dibawa atau digunakan,” tulis akun @theflankerID, yang membagikan regulasi FIFA melalui Twitter.
Kenyataan dalam pengendalian massa kemarin berbeda, regulasi yang seharusnya dipegang dan ditaati oleh PSSI, penyelenggara kompetisi, klub, hingga panitia penyelenggara ini diingkari.
Netizen juga mempertanyakan kenapa polisi menghujani tembakan gas air mata di tribun timur Stadion Kanjuruhan. Menurutnya, kegiatan itu disebut berlebihan.
“Membawa gas air mata ke dalam stadion aja udah dilarang sama FIFA, ini malah ditembakin,” timpal netizen lain.
Sementara itu Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta mengaku, pihaknya mengambil langkah tegas tersebut lantaran suporter yang berjuluk Singo Edan ini semakin banyak yang turun ke lapangan pasca peluit panjang.
Aremania juga disebut menyerang aparat yang sedang bertugas dengan brutal. Walhasil, penembakan gas air mata dilakukan sebagai cara untuk membubarkan massa yang membuat kerusuhan di dalam stadion.
“Aremania yang turun ke lapangan semakin banyak dan menyerang aparat keamanan, karena Aremania semakin brutal dan terus menyerang aparat keamanan serta diperingatkan beberapa kali tidak dihiraukan, kemudian aparat keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah suporter Arema yang menyerang,” katanya.
“Tembakan gas air mata juga ada yang kearah tribun, disisi lain suporter Aremania di tribun masih banyak. Kemudian Aremania yang berada di tribun berlari membubarkan diri keluar stadion,” pungkasnya.