JOMBANG, FaktualNews.co-Jerat pinjaman online (pinjol) kerap kali menjadi teror di kalangan masyarakat. Terlebih, bagi yang sudah terlanjur ‘nyemplung’ karena terdesak keadaan.
Dalam berita sebelumnya, pinjol terutama yang ilegal menawarkan dana dengan persyaratan yang sangat mudah, tentu saja membuat masyarakat tergiur. Karena cukup menggunakan KTP dan tanpa jaminan, uang bisa langsung ditransfer ke rekening pemohon.
Tentu, dengan kemudahan tersebut, bagi masyarakat yang terdesak kebutuhan keuangan dan membutuhkan pinjaman dengan segera, pinjol bisa menjadi alternatif. Namun, masih banyak masyarakat yang belum tahu risiko menggunakan layananpinjol , terlebih pada platform yang ilegal.
Ahmad Sofyan pakar hukum pidana Dosen Hukum Pidana Universitas Bina Nusantara, memberikan pandangannya terkait pinjol dari aspek hukum. Lantas bagaimana kekuatan hukum pinjol dari segi hukum?
“Jika pinjol ilegal maka pinjam meminjam menjadi jadi tidak sah. Jika pun nasabah tidak membayar, maka pinjam meminjam ini disamakan dengan hubungan keperdataan orang dengan orang, lebih tepat lagi seperti hubungan peminjam dan rentenir,” ucapnya saat dikonfirmasi wartawan pada Rabu (5/10/2022).
Menurutnya, tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan jika salah satu pihak wanprestasi. Hubungan pinjol dan peminjam adalah hubungan hukum keperdataan dan jika nasabah lalai membayar, atau tidak membayar, maka upaya hukum yang legal dilakukan pinjol saat ini adalah gugatan perdata.
Namun, karena gugatan perdata lama, berbelit belit pinjol pun melakukan jalan pintas yang ilegal dengan memasuki wilayah privasi peminjam.
“Jika peminjam mengalami umpatan maka laporkan ke OJK selanjutnya OJK mencabut izin pinjol, upaya lain melaporkan ke polisi dengan dugaan melakukan pencemaran nama baik (310 dan atau 311 KUHP) jo pasal 27 ayat 3 UU ITE,” katanya.
Baginya, saat ini pemerintah gagal dalam mengatasi kesewenang-wenangan pinjol. Bahkan pinjol cenderung memiliki kekuasaan dalam mengendalikan pemerintah. Karena lanjutnya, pemerintah seolah tidak berkutik dalam mengatasi berbagai pelanggaran yang dilakukan pinjol.
“Pinjol yang memiliki modal besar seolah menjadi rentenir yang dilegalkan oleh pemerintah. Nasabah yang dirugikan atas perbuatan nasabah, meskipun sudah meminta perlindungan hukum dari OJK dan kepolisian. Namun kurang direspon serius oleh kedua institusi itu,” pungkas pria yang juga menjadi pendiri End Child Prostitution Child Pornography and Trafficking of Children for Sexsual Purposes (ECPAT) ini.
Sistem pinjol sendiri, mulai dikenal masyarakat Indonesia sekitar tahun 2016 lalu. Pada saat itu, pinjol lebih banyak digunakan untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan 22 April tahun ini saja, terdapat 102 lembaga penyalur pinjol yang resmi terdaftar di OJK. Adanya pinjaman online, dirasa sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keuangan dengan lebih mudah.
Karena ketika seseorang yang membutuhkan dana ekstra dalam keadaan mendadak, bisa langsung mendapatkan pendanaan melalui aplikasi yang ada di ponselnya.
Dengan persyaratan yang sangat mudah, karena cukup menggunakan identitas KTP, dana sudah masuk ke dalam rekening. Sayangnya, sebagian dari mereka, tak lagi berpikir panjang untuk bisa mendapat pinjaman hingga berujung pada jeratan masalah baru yang lebih pelik.