MALANG, FaktualNews.co – Tragedi Kanjuruhan menelan sebanyak 131 korban jiwa. Meninggalnya ratusan Aremania (suporter Arema FC) itu diduga kuat akibat tembakan gas air mata yang membuat berdesakan hingga saling injak.
Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC Abdul Haris mengamini pemantik kerusuhan tersebut adalah gas air mata. Dia menyalahkan pihak kepolisian yang menembakkannya langsung ke arah tribun.
Tersangka atas tragedi Kanjuruhan itu menyebut, yang terjadi setelah Arema FC kalah dengan Persebaya suporter kecewa, lalu masuk ke lapangan.
Dia pun mempertanyakan polisi ketika melakukan penanganan massa di dalam stadion.
“Kenapa ditembakkan ke tribun keluarga, pintu 13 dan pintu 12 itu banyak anak-anak dan perempuan, di situ bukan suporter asli,” ucapnya.
Hal tersebut karena pihak kepolisian melakukan penembakan langsung ke tribun, bahkan mayoritas ditembakkan ke tribun daripada kearah lapangan untuk membubarkan massa.
“Saya minta usut gas air mata, itu gas air mata beda dengan tahun 2018,” kata Haris, Jumat (7/10).
Haris mengatakan Stadion Kanjuruhan pernah mengalami kerusuhan pada 2018. Saat itu terjadi tembakan gas air mata.
Namun, kejadian pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, gas air mata ditembakkan sebanyak sebelas kali. Hal itu membuat mata menjadi perih dan terasa sakit di pernapasan dan kulit.
“Saya ingin ada yang diautopsi karena korbannya rata-rata meninggal dengan muka berwarna biru, itu meninggal karena berhimpitan atau gas air mata,” ujar dia.