JOMBANG, FaktualNews.co – Sidang lanjutan eks pegawai BRIN Andi Pangerang Hasanuddin (APH) hadirkan satu saksi yang sempat bersinggungan di media sosial dengan terdakwa.
Saksi tersebut yaitu Ahmad Fauzan Suryono, warga Muhammadiyah yang diketahui sempat bersinggungan dengan terdakwa lewat media sosial.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua PN Jombang, Bambang Setyawan selaku Hakim Ketua dan hakim anggota Faisal Akbaruddin Taqwa dan Luki Eko Andrianto ini digelar di ruang sidang Kusuma Admaja, Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Selasa (18/7/2023).
Dalam proses sidang, majelis hakim sempat bertanya kepada saksi terkait kronologi kasus yang dihadapi oleh terdakwa APH dan kapan saksi melihat postingan terdakwa di media sosial waktu itu.
Saksi lalu menjawab, jika pada tanggal 21 April 2023, akun Facebook Thomas Djalalaudin membuat postingan di Facebook. Kemudian postingan tersebut di komentari oleh akun lainnya bernama Aflahal.
Komentar dari Aflahal itu pun di jawab lagi oleh Thomas. Saksi juga mengatakan, disanalah ia juga ikut berkomentar.
“Yang saya lihat, ada akun bernama Aflahal ini mengomentari statement pertama dari Thomas pada 21 April 2023. Saya membaca postingan Thomas Jalaludin ini pada hari Sabtu, tanggal 22 April 2023,” ucap saksi.
“Saya merespon apa yang disampaikan pak Thomas, bahwa tidak sepakat dengan statement tersebut. Narasinya saya lupa tapi intinya seperti itu,” katanya melanjutkan.
Statement dari Thomas itu lantas mengundang banyak akun lainnya untuk berkomentar. “Kemudian pada hari Minggu tanggal 23 April 2023 sekitar jam setengah 4 tiba-tiba akun APH ini me mention saya, seperti statement yang tertulis di postingan yang beredar,” ujarnya.
“Setelah itu saya sempat merespon komentar tersebut, dan sempat saya tag beberapa akun. Dan akun APH ini masih memberi komentar, dua atau tiga komentar. Setelah itu saya tidak membalas lagi apapun soal komentar tersebut,” ungkapnya.
Saksi juga menambahkan, jika di postingan Aflahal yang mengomentari postingan Thomas pertama kali, ia ikut berkomentar, namun di postingan induk, yakni yang di tulis Thomas pertama kali dirinya tidak ikut berkomentar.
Saksi juga menjelaskan, jika memang ada komentarnya yang terhapus. Namun, bukan ia yang menghapus, melainkan akun lain yang menghapus postingannya, kemudian komentarnya juga otomatis ikut terhapus.
“Postingan tersebut adalah postingan Aflahal yang dihapus, sehingga, komentar saya yang ada dibawahnya otomatis terhapus juga,” katanya.
Meskipun begitu, saksi mengatakan ia sempat melihat ada beberapa komentar sebelum terhapus. Komentar tersebut berupa percakapan terkait pro dan kontra perihal postingan Thomas di awal.
Saksi juga menyebut, jika unggahan yang di posting APH, membuat ia terganggu dengan ancaman pembunuhan yang ditulis oleh terdakwa. Terlebih ada unsur menghalalkan, artinya ada dorongan untuk mengajak orang lain.
“Lalu, juga ada fitnah yang menyebut jika Muhammadiyah disusupi HTI,” tukasnya.
Untuk diketahui, sidang lanjutan Andi Pangerang Hasanuddin (APH), mantan Pegawai BRIN yang mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Jombang.
Sidang yang digelar di ruang sidang Kusuma Admaja ini dimulai sekitar pukul 10.00 WIB pada Selasa (18/7/2023). Dalam sidang lanjutan ini, agendanya ialah pemeriksaan saksi. Ada tiga saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kali ini.
Ketiganya ialah Ismail Fahmi, Wakabid Srategi Medsos PP Muhammadiyah, Ahmad Fauzan Suryono, warga Muhammadiyah yang menanggapi postingan komentar APH di Facebook dan Abdul Wakhid, Wakil Ketua PDM Jombang Bidang Hukum.
Sidang kali ini dipimpin oleh Ketua PN Jombang Bambang Setyawan selaku Hakim Ketua dan hakim anggota Faisal Akbaruddin Taqwa dan Luki Eko Andrianto.
hadir 5 orang Jaksa Penuntut Umum (JPU), 4 Kuasa hukum terdakwa Andi Pangerang, dan tiga orang saksi pelapor.
Dalam kasus ini, JPU Aldi Demas Akira menyebut jika terdakwa didakwa dua pasal.
“Pertama, pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Unsurnya menyebarkan informasi dengan tujuan menimbulkan kebencian dan permusuhan untuk individu atau kelompok,” ucapnya.
“Kedua, pasal 45b junto pasal 29 UU RI No 19 tahun 2016 tentang ITE, unsurnya mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,” katanya melanjutkan.