Lestarikan Tradisi Lamongan, Warga Berebut Gunungan Ketupat
LAMONGAN, FaktualNews.co-Lebaran Ketupat berlangsung semarak dengan hadirnya Festival Kupatan Tanjung Kodok 2024. Acara ini adalah salah satu event pelestarian tradisi serta pengembangan kemajuan kebudayaan Kabupaten Lamongan.
Kupatan di tepi pantai tersebut digelar di halaman parkiran Wisata Bahari Lamongan (WBL), tak hanya mendapatkan dan makan kupat gratis. Masyarakat yang hadir akan disuguhi 1000 porsi ketupat sayur dengan sambel karuk khas Lamongan yang dimasak langsung Indonesian Chef Association (ICA).
“Alhamdulillah festival Kupatan Tanjung Kodok bisa digelar tahun ini. Dan merupakan wujud dari memelihara budaya dari leluhur, selain itu juga mengembangkan kebudayaan Lamongan,” kata Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, Rabu (17/4/2024).
Bupati Yuhronur mengatakan, memang Festival Kupatan Tanjung Kodok tahun ini tidak disertai pawai seperti tahun sebelumnya. Namun tidak masalah, karena yang utama adalah konsisten pelaksanaannya yang tidak hanya bertujuan untuk melestarikan budaya, melainkan juga untuk mengedukasi kepada generasi muda akan adanya budaya baik di Lamongan.
“Memang tahun ini tidak ada pawai karena faktor cuaca,” ujar Bupati Yuhronur.
Ditempat yang sama, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Lamongan Siti Rubikah, kegiatan ini merupakan bentuk kolaborasi Disparbud bersama masyarakat Paciran dalam mengembangkan potensi dan kesenian untuk pelestarian budaya serta menarik pengunjung wisatawan ke Lamongan.
“Kegiatan ini selalu digelar tepat saat hari raya ketupat pada 7 Syawal atau hari ini Rabu, 17 April. Serta kegiatan ini merupakan kolaborasi antara potensi dan kesenian yang kami miliki” tutur Rubikah.
Sementara itu, salah satu pengunjung Zainal Arifin (60), warga Paciran, yang mengikuti festival tersebut mengaku senang karena dapat bersama-sama berebut ketupat dan makan bersama.
“Alhamdulillah sangat senang bisa berebut ketupat dan makan bareng masyarakat. Semoga berkah,” ungkapnya.
Diketahui tradisi kupatan ini digelar sejak 2016, yang mengadopsi kebiasaan masyarakat di masa Sunan Drajat atau Raden Qosim di Pantura Lamongan.