JAKARTA, FaktualNews.co – Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Ni’am mengatakan, fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial yang dikeluarkan MUI bisa menjadi bahan untuk berdakwah.
Para juru dakwah, ujarnya, dapat berperan dalam menyosialisasikan fatwa yang diberi nama ‘muamalah medsosiah’ itu melalui dakwah. “Ini bisa jadi salah satu bahan, kepentingan dakwah, kepentingan ceramah para ulama, para pemimpin agama,” katanya di Jakarta, Jumat (9/6/2017).
Dikatakan, fatwa yang dikeluarkan MUI tentang ‘muamalah medsosiah’ tersebut merupakan bentuk tanggung jawab ulama dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat.
Fatwa tersebut, tambahnya, bisa menjadi pelengkap pemerintah dalam mengatasi fenomena penggunaan media sosial secara negatif. Fatwa muamalah medsosiah memberikan perspektif kepada pemerintah dari sisi agama.
Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial tersebut berisi beberapa hal yang diharamkan bagi umat Islam dalam bermedia sosial.
Pertama, melakukan gibah (membicarakan keburukan orang), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.
Kedua, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan.
Ketiga, menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup..
Keempat, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.
Kelima, menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Fatwa tersebut mencantumkan juga bahwa umat muslim diharamkan memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar, hoaks, gibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada masyarakat.