Peristiwa

Tak Ingin Jadi Beban, Perempuan 86 Tahun Jalan Kaki Puluhan Kilometer Jajakan Tape

SUMENEP, FaktualNews.co – Nenek tua renta penjual tape asal Desa Giring, Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, harus keliling di seputaran kota demi menyambung hidup.

Receh demi receh perempuan 86 tahun ini kumpulkan, tak jarang ia harus keliling puluhan kilometer hanya untuk menjajakan tape manis yang disulap dari tangan terampilnya.

Ya, Nenek Sumahwiya begitu dia disapa, nama itu merupakan nama kecil yang diberikan orang tuanya, dia berangkat dari gubuknya dengan naik angkutan umum pagi-pagi buta.

Sesampainya di seputaran Kota, dengan usia yang sudah tak muda lagi, otot lengannya terlihat bercabang-cabang, dengan jemari tangan dan lengan yang mulai tampak belulangnya.

Bahkan, wajah kriput dengan garis dahi mengkerut, seolah ingin menegaskan ia merupakan sosok perempuan kuat dan pekerja keras.

Bayangkan, di usianya yang sudah renta, ia masih gigih mengumpulkan pundi-pundi rupiah hanya demi menyambung hidup dan enggan menjadi beben anak cucu.

“Alhamdulillah nak, masih diberi kesehatan, saya tidak ingin menjadi beban anak cucu, makanya saya tetap jualan tape,” tuturnya sambil membungkuskan tape kepada pembeli, Kamis (24/8/2017).

Dari penuturannya, dengan memanggul Bakul tape keliling, ia bisa mengumpulkan receh sekitar Rp 30-40 ribu perhari, itupun jika terjual seluruhnya.

Namun, jika tidak laku, tak jarang Nenek Sumahwiya harus pulang dengan memanggul Bakul tape sama beratnya saat dia berangkat di pagi tadi.

Bahkan, tak jarang ia harus pulang tanpa rupiah jika tak ada satupun pembeli yang mau menikmati tape yang dia jajakan.

“Kalau laku semua, Rp 90-100 ribu dapat nak, dipotong modal untuk beli singkong, ya sisa sekitar Rp 30 ribuan untuk keperluan dapur,” paparnya sambil mengusap keringat di wajahnya.

Tak jarang pula, jika jualannya masih tersisa banyak, ia harus pulang hingga petang tiba.

Dari kisahnya, seolah tak ada waktu senggang melepas lelah. Bayangkan, sehabis subuh dia sudah bergegas untuk berangkat dengan menunggu angkutan umum dipinggir jalan.

Sesampainya di seputaran kota, ia pun harus masuk gang perumahan warga hingga ke pasar tradisional untuk menjajakan tape hasil buatannya.

Saat petang tiba, ia baru pulang menuju gubuk kecil yang ia bangun bersama sang suami.

Sesampainya di rumah, tak seperti pekerja kantoran yang sepulang kerja bisa bersantai bersama Keluarga atau bahkan langsung istirahat, ia masih harus menyiapkan kebutuhan untuk dijualnya esok.

Kerasnya hidup terpancar dari setiap bait cerita yang ia sampaikan, namun semua itu tak menjadi keluh, melainkan bagian dari garis hidup yang harus dilalui dengan penuh ikhlas dan sabar.

“Iklas dan sabar saja menjalani hidup, insyaallah berkah nak,” tukasnya sambil bergegas mengemasi jualannya untuk beranjak ke tempat lain.