SIDOARJO, FaktualNews.co – Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Pepatah itulah yang tepat bagi Budi Handaka, pria asal Gunung Kidul, Yogyakarta yang kini menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (2/11/2017).
Suami Etik Susanti itu resmi mengantor di Korps Adhyaksa Jalan Sultan Agung Sidoarjo sejak Senin (23/10/2017) lalu. Dia mengantikan M. Sunarto, yang kini pindah jabatan di Aspidum Kejati Kaltim.
Sebelum pindah ke Kota Delta Sidoarjo, Budi menduduki jabatan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam kurun waktu hampir 3,5 tahun.
Ia berdinas di Korps Adhiyaksa, pada Tahun 1984 silam dengan menggunakan ijazah SMA. Budi masuk dan bertugas pertama kali sebagai pegawai (PNS) Tata Usaha di Kejaksaan RI.
Menyelam sambil minum air, bekerja sebagai pegawai tidak lantas membuatnya malas. Dia pun melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke jenjang sartajana (strata satu).
Tahun 1989 baru lulus kuliah. Mendengar adanya seleski Jaksa, dia pun kemudian memutuskan ikut. Nasib pun membawa keberuntungan, Budi lulus dan masuk pendidikan sebagai jaksa pada tahun 1990-1991.
Kala itu, Budi merupakan satu-satunya jaksa termuda se-Indonesia. “Saya satu-satunya jaksa termuda se-Indonesia,” ujar pria murah senyum yang hobi main Catur itu.
Mengawali pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa (PPPJ), Budi ditempatkan di Kejari Jakarta Selatan. Berawal dari situ dia memulai karir hingga melalang buana.
Jabatan struktural yang pernah dijabat diantaranya menjabat Kabag TU Puspenkum Kejagung RI. Cukup lama dia menjabat dijabatan itu, bahkan dia mengenal sejumlah wartawan yang Pos di Kejagung.
Selain itu, Budi juga pernah menjabat dengan Jabatan Kasi. Kemudian, jabatan Kajari yang pernah dijabat diantaranya Kajari Bontang, Kaltim dan Magetan, Jawa Timur. Sempat di Jawa Timur, kini dia kembali ke Jawa Timur menjabat Kajari Sidoarjo.
“Pada dasarnya, saya ditugaskan dimanapun siap. Saya menikmati dan laksanakan dengan tanggungjawab setiap tugas yang diamanahkan. Pindah ke Sidoarjo sini tidak pernah ada bayangan, saya mengalir saja,” ungkapnya.
Jadi PRT dan Ngojek
Budi Handaka, ternyata memiliki cerita masa lalu yang penuh tantangan dan perjuangan yang cukup panjang. Siapa sangka dibalik posisinya saat ini, putra pertama dari pandawa lima itu memiliki cerita perjuangan yang begitu keras.
Usai lulus lulus SMA pada tahun 1983, pria kelahiran Palembang, Provinsi Sumatera Selatan yang besar di Gunung Kidul, Jogjakarta itu memutuskan untuk merantau ke Jakarta.
Meski tanpa tujuan, Budi memutuskan berangkat ke Jakarta naik kereta bermodal niat nekat dan membawa ijazah SMA untuk merubah nasib di Kota Metrotropolitan itu.
Sesampai di Jakarta, dia sempat terkontang-kantung selama tiga hari hingga akhirnya mendapat pekerjaan. Pekerjaan yang pertama yang dilakoni sebagai pembantu rumah tangga (PRT) dan bertinggal di tempat majikannya.
“Bagi saya mencari rejeki yang halal walaupun sebagai pembantu rumah tangga,” paparnya kepada Faktualnews.co.
Dia mengaku, keinginannya segera bekerja itu untuk membantu kedua orang tuanya menafkahi adek-adeknya. “Saya kan saudara tertua dari lima saudara, semuanya laki-laki,” tambahnya.
Hampir setahun pekerjaan sabagai PRT itu dilakoni dengan tulus dan tanggung jawab. Menyelam sambil minum air, keinginan merubah nasib agar lebih baik akhirnya terwujud ketika pada Tahun 1984 Kejaksaan Agung dan Kepolisian membuka pendaftaran.
Bermodal ijazah SMA itulah, Budi nekat mendaftar dan yakin kedua pendaftaran itu diikuti. Proses hingga akhir di dua instansi itu akhirnya lulus. Budi sempat bingung pilih di Kejaksaan atau di Kepolisian.
“Kedua-duanya saya masuk. Namun, saya meminta pendapat dan saran kepada orang tua, akhirnya memilih ke Kejaksaan,” kata putra Purnawirawan TNI AU itu.
Ketika masuk di Kejaksaan karakter Budi tetap menjadi orang kampung yang sederhana. Bahkan, dia tidak jaga image (Jaim) kepada siapapun. Kepandaiannya bergaul dengan berbagai kalangan itu membuat dia banyak teman.
Kisah Budi bukan disitu saja. Dia pernah menjadi cleaning service di Kejagung. Bahkan, dia tidak alergi ketika berada di kantor sering disuruh untuk mondar-mandir kepentingan kantor misalnya, di suruh foto copy dan berbagai suruhan.
“Saat itu (muda) saya paling suka kalau disuruh, kenapa? karena dengan mau disuruh begini-begitu saya makin banyak ilmu dan pengalaman semakin luas. Lho, waktu pangkat 2B, saya dipercaya masuk di biro perencanaan Kejagung, itu menyusun anggaran rutin Kejaksaan se-Indonesia,” tuturnya.
Meski demikian, siapa sangka meski sudah menjai pegawai Kejaksaan, Budi Handaka sempat mengambil kerja sampingan menjadi ojek ketika tinggal di Condet, Jaktim.
“Waktu itu golongan 3D-4A sempat jadi tukang ojek jalanan usai Ngantor. Saya ngojek mengunakan motor Honda Legenda. Penghasilan Rp. 25-30 ribu perhari kalo ada penumpang, kalau gak ada (penumpang) ya pulang gak bawa uang,” ungkapnya.
Ketika ditanya kenapa kok juga ngojek, dengan santai Budi menjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Untuk memenuhi kebutuhan, kan itu juga pekerjaan halal,” tutup bapak tiga anak yakni Kevin adhiyaksa, Kaka Adhiyaksa dan Maharani Dewi Adhiyaksa itu.