SUMENEP, FaktualNews.co – Ratusan pegiat gerakan (Ahlus Sunnah wal Jamaah) Aswaja, dari seluruh elemen organisasi kepemudaan dan mahasiswa se Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, berkumpul di aula Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al Karimiyyah, Desa Beraji, Sumenep.
Mereka mengikuti seminar Aswaja yang disampaikan oleh Dewan Pembina Densus 26 Madura, K.Abdul Wasid, pada Minggu (26/11/17). Pada materi ini peserta digembleng secara intensif dari sisi teori, persepsi, pemahaman hingga dialog terkait Aswaja yang menjadi pegangan Nahdlatul Ulama.
Penegasan ini sebagaimana disampaikan Ketua Panitia Seminar Aswaja Yudi Hariyanto. “Peserta yang hadir adalah utusan dari seluruh organisasi kepemudaan se-Sumenep dan orgnisasi kemahasiswaan,” katanya.
Dalam agenda seminar itu, para peserta mendapatkan pengetahuan dan pendalaman soal sejarah, ibadah dan hal lain yang menyangkut aqidah.
“Di antara materi yang disajikan adalah firqah dalam sejarah Islam, internalisasi Aswaja dan radikalisme Wahabi, Islam Nusantara, bedah kitabal-Muqtathafat li Ahl al-Bidayat, Syi’ah dan Hizbut Tahrir; sejarah, doktrin dan perkembangannya di Indonesia serta posisinya dalam perspektif Aswaja An-Nahdliyah. Juga ada materi konsep bid’ah yang meliputi tradisi tahlilan, selamatan kelahiran, pernikahan, kematian dan sejenisnya,” papar Yudi Cogel, sapaan akrabnya.
Tidak luput dalam bahasan adalah liberalisme, dari mulai sejarah, produk pemikiran, dan perkembangan mutakhir, serta posisinya dalam perspektif Aswaja an-Nahdliyah.
Sementara, dalam sambutan yang disampaikan Presma STIT Al Karimiyyah, Misno menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut. “Kita sadar bahwa serangan dari pihak-pihak yang ingin merongrong NKRI ini sudah didepan mata, sementara banyak diantara kita yang belum mumpuni dalam keilmuan untuk menjawab tantangan tersebut,” ujarnya.
Acara seminar yang dihadiri oleh 150 peserta tersebut juga dihadiri oleh Korwil Densus 26 Madura, Nur Faizin. Dalam sambutannya, Nur Faizin mengingatkan pentingnya menjaga NU dimulai dari menjaga organisasinya juga ajarannya.
“Jangan sampai Madura yang menjadi bidan lahirnya NU kemudian dimasuki atau dikuasai oleh faham faham yang merongrong Aswaja Annahdliyah,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Jen tersebut juga menjelaskan pentingnya peran pemuda di era Milenial dalam menjaga NU, sebab peran serta media sosial sangat mempengaruhi opini publik saat ini.
“Jangan sampai kabar kabar Hoax dan fitnah terhadap NU dianggap benar oleh khalayak karena seringnya share berita yang tidak diimbangi oleh penjelasan dari kita,” sambung dia.
Dalam penutup sambutannya, ia menegaskan bahwa benteng terakhir untuk menghancurkan Indonesia dengan NKRI-nya adalah NU.
“Jika mereka berhasil menghancurkan NU maka bisa dipastikan dengan mudah Indonesia ini dihancurkan. Karena NU menjadi salah satu organisasi yang paling depan dan getol dalam mempertahankan NKRI dan Pancasila,” pungkasnya.