Politik dan Bisnis Media
Menunggangi Ataukah Ditunggangi ?
Dalam sebuah obrolan kecil, aku pernah diskusi dengan beberapa teman sejawat. Saat itu posisi kami masih sama-sama sebagai pemburu berita. Mereka bilang, bahwa seharusnya media itu independen dalam berpolitik sesuai pakem profesi kami. Kala itu, semua tausiah temanku tak mungkin aku bantah.
Terlalu jauh bagi otak ku untuk berpikir bagaimana sebuah media dibangun agar bisa tetap kokoh berdiri. Tak terbesit sedikitpun bagiku, bagaimana sebuah media harus bisa tetap survive dari terpaan badai persaingan antar media. Yang ada hanyalah, bagaimana anak istri ku bisa makan tiap hari. Kala itu hanyalah bagaimana keluarga ku tersenyum bahagia ketika bisa menikmati keindahan alam diluar rumah.
Seiring berjalannya waktu, ketika amanah itu tiba. Saat aku diperintah oleh Sang Khalik menjadi nahkoda sebuah media baru. Dimana platform kami harus menyajikan informasi dengan basis data digital secara cepat, semua celoteh dulu muncul kembali. Dan kini aku mampu sedikit mengadu argumen tentang politik dan bisnis media. Tentang siapakah yang menunggangi ataukah ditunggangi.
Secara harfiah, politik dan bisnis media sesuatu yang sangat bertolak belakang. Namun yang patut diketahui, hampir diseluruh penjuru dunia, kondisi politik berpengaruh besar terhadap bisnis media. Media mampu dijadikan alat membentuk opini masyarakat. Para politikus kerap menjadikan media massa sebagai sarana komunikasi politik untuk menciptakan citra politik, pendapat umum hingga tingkat partisipasi politik masyarakat. Tidak jarang pula media dipakai untuk senjata pembunuh efektif oposisi dalam pertarungan politik. Simbiosis mutualisme media dan politik inilah yang kemudian dijadikan ajang bisnis.
Bagi para pegiat politik, meraih popularitas dan elektabilitas untuk kemenangan adalah harga mati. Salah satu amunisi terpenting untuk meraih semua itu adalah hadirnya media. Disisi lain, pengusaha media dituntut untuk bisa tetap menghidupi puluhan, hingga ribuan perut yang bergantung akan eksistensi media itu sendiri. Mereka membutuhkan energi untuk bisa tetap bertahan.
Seorang pelaku bisnis media akan mati dalam angan-angan, jika ia tidak mampu melihat celah bisnis dalam momen-momen penting politik. Bahkan tak jarang, demi memuaskan syahwat politiknya, para pemilik modal malah membangun kerajaan bisnis media terlebih dahulu baru kemudian terjun ke dunia politik.
Garis merah yang bisa ditarik, pegiat politik butuh media untuk meraih kemenangan, sementara pelaku bisnis media butuh pengguna jasa mereka untuk menambah suplemen agar tetap bisa survive. Jika ditanya tentang independensi profesi jurnalis dimana ?, apakah dengan memberitakan kepentingan satu golongan tanpa menjatuhkan pihak lain dianggap tidak independen ? bukan kah itu bagian dari marketing media. Didalam satu konten media bukankah melulu berisi sebuah berita yang harus memenuhi pakem profesi ? Disana juga berisi iklan dan lain-lain.
Apakah dengan mengakomodir kepentingan kelompok tertentu berarti menutup kerjasama dengan pihak lainnya ? jawab nya tidak. Satu perusahaan media tidak akan menutup celah apapun yang berbau bisnis. Namun, meski bisnis diatas segalanya, masih ada aturan-aturan yang mengikat perusahaan media itu sendiri. Sebuah perusahaan media dilarang menyajikan informasi yang bersifat black campaign, hoax, dan fake news.
Ojo gumonan kalau ada media yang dulunya menyerang habis-habisan satu kelompok, kemudian saat pilkada justru menjadi kuda bagi pihak yang diserang tersebut. Ojo baperan kalau ada media yang awalnya menjadi kawan kini malah jadi lawan.
Ojo kagetan, kalau dengar adanya media yang tidak mau memberitakan sesuatu yang menguntungkan kelompok tertentu dan dianggap bisa membuat shock kelompok lainnya. Jangan sampai hipertensi gegara mikir siapa penunggang dan siapa yang ditunggangi.
Dalam bisnis media sama persis seperti politik. Tidak ada lawan maupun kawan abadi. Yang ada adalah bagaimana agar satu sama lain bersama-sama mencapai tujuan yang diharapkan. Contohlah mereka yang berlaga sekarang Dulu Nyono-Mundjidah jadi pasangan, sekarang jadi lawan. Dulu Mundjidah-Sumrambah jadi lawan, kini jadi pasangan.
Mari Bung Rebut Kembali Kota Anti Pungli demi terciptanya Jombang Gemah Ripah lan Paripurna
Salam Redaksi