SURABAYA, FaktualNews.co – Penegakkan hukum terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selalu menemui berbagai macam kesulitan bagi petugas kepolisian. Hal tersebut dikarenakan selama ini penegak hukum lebih memprioritaskan pengungkapan kasus awal daripada TPPU itu sendiri.
Hal ini disampaikan pakar hukum TPPU DR Yenti Ganarsih usai memberi pembekalan penyidik tentang TPPU jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur di hotel Whyndam, Senin (9/4/2018).
“Ini bukan karena adanya keengganan, ini sulit karena penegak hukum itu (menangani) kejahatan asal dulu baru TPPU nya. Dan ini juga terjadi di KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) soal KTP-el nya kan, korupsinya dulu baru TPPU nya. Ini salah,” terang Yenti dihadapan awak media.
Kerugian lain jika kasus TPPU tidak menjadi prioritas penanganan, dikatakan Yenti, uang hasil korupsi jejaknya semakin hilang sehingga menyulitkan pengungkapan.
Yenti pun menghimbau agar penegak hukum mulai menerapkan aturan hukum TPPU terhadap tersangka dengan berbagai kasus seputar kejahatan keuangan, termasuk kasus korupsi.
Sinergitas antara kepolisian dengan kejaksaan menurutnya juga sangat diperlukan supaya uang negara maupun korban hasil kejahatan bisa segera ditemukan.
“Penegak hukum tidak boleh enggan, wah nanti sulit. Tidak ini dua kejahatan sekaligus, didakwa sekaligus. Kita juga minta jaksa agar berani tampil di pengadilan untuk dua sekaligus,” lanjutnya.
Untuk kasus korupsi, Yenti meminta penegak hukum tidak hanya menjerat pelaku. Melainkan juga kepada penerima hasil korupsi karena penerima juga melanggar undang-undang TPPU.
“Bagi penerima korupsi itu adalah pelaku pencucian uang, dan pada mereka lah uang itu ada. Kita ingin kan ini juga untuk KPK, KPK harusnya begitu, kasus KTP-el dari awal sudah seharusnya ada kasus TPPU nya saya rasa,” kata Yenti.
Ia juga sempat membandingkan kinerja antara kepolisian dan KPK dalam hal pemberantasan kasus TPPU, menurutnya kepolisian lebih baik bila dibandingkan dengan KPK.
“Saat ini kinerja kepolisian jauh lebih baik bila dibandingkan dengan KPK, tapi ini perlu didorong dengan memberikan pembekalan-pembekalan serta pemahaman soal ini,” pungkasnya.
Untuk meningkatkan kapasitas kinerja penyidik terkait pengungkapan kasus TPPU yang diakui masih kurang. Direskrimsus Polda Jatim mengadakan acara pembekalan penyidik tentang TPPU kepada sejumlah penyidik jajaran Polda Jatim.
“Kapasitas kinerja kita untuk jajaran Polda Jatim terkait upaya-upaya penegakan hukum tindak pidana pencucian uang selama ini dirasa kurang, dengan adanya pembekalan ini diharapkan penyidik lebih memahami (kasus tersebut),” ucap Direskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Agus Santoso.
Memang ada beberapa kasus TPPU yang sampai saat ini belum juga selesai diungkap aparat kepolisian. Di Jawa Timur, sendiri, ada beberapa kasus TPPU yang ditangani Polda Jatim, sebelum diambil alih Mabespolri.
Dari catatan FaktualNews.co, salah satu diantaranya kasus kasus dugaan korupsi PT BPD Jatim Cabang H. Muhammad Surabaya (Bank Jatim) sebesar Rp 52,3 miliar yang melibatkan Bupati Mojokerto. Bupati Mojokerto, ditetapkan tersangka dengan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hal itu terungkap dalam dokumen Laporan Tahunan KPK tahun 2015. Dimana, pada dokumen tersebut disebutkan, KPK telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Bareskrim Mabes Polri. Surat dengan Nomor R-1384/20-25/09/2014 itu dikirimkan pada 24 September 2015 berisi tentang tindak lanjut penanganan kasus kredit fiktif Bank Jatim Cabang H. Muhammad Surabaya senilai Rp 52,3, miliar.
Selanjutnya, penanganan kasus atas nama Bupati Mojokerto Mustofa Kemal Pasa penanganan kasusnya ditangani oleh Dittipideksus Bareskrim Mabes Polri dengan persangkaan TPPU. Itu sesuai dengan surat Direktur Tipikor Bareskrim Nomor R/1974/Tipidkor/XII/2014/Bareskrim tanggal 31 Desember 2014.
Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait dengan penanganan kasus tersebut. Apakah sudah ada keputusan hukum (inkrah) atau prosesnya mandek di kepolisian.