NGAWI, FaktualNews.co – Di wilayah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, terdapat dua desa yang namanya cukup termasyur. Lantaran dua kampung tersebut dikenal sebagai penghasil minuman keras tradisional yang disebut arak jowo (arjo). Dua desa itu yakni Sidolaju Kecamatan Widodaren dan Desa Kerek, Kecamatan Ngawi.
Desa Sidolaju yang berjarak sekitar 17 km dari kota Ngawi ke arah barat (Solo). Yang selanjutnya dari jalan raya Ngawi-Solo masuk ke arah utara sekitar 5 Km dan menyeberangi sungai bengawan Solo. FaktualNews pada hari Minggu (06/05/2018) menggali informasi desa yang dikenal sebagai produsen miras jenis arak (arjo) tersebut.
Pada saat memasuki kampung Sidolaju FaktualNews disambut oleh Kasidi Kepala dusun (kasun) setempat. Sebelum ke tempat warga yang memproduksi miras tradisional tersebut FaktualNews.co diterima di rumah kepala dusun (Kasun). Dari penuturannya, ada 7 rumah di dusun tersebut yang memproduksi arak.
Kasidi menuturkan, ke 7 warga yang dikenal pembuat arak tersebut sudah hampir 3 pekan berhenti memproduksi arak. Untuk mengantisipasi kesalahpahaman FaktualNews diantar oleh Kasun setempat. Hal tersebut menurut Kasidi warga yang sebelumnya membuat arak masih trauma dengan kedatangan orang baru pasca digerebeknya kampung tersebut oleh operasi gabungan beberapa waktu lalu.
Desa Sidolaju dikenal sebagai produsen arak yang cukup lama dibandingkan dengan desa Kerek. Dimana warga yang membuat arak tersebut telah dilakukan secara turun temurun.
“Saya dulu belajar dari orang tua dan orang tua juga dapatnya dari mbah (nenek), saya hanya meneruskan saja,” jelas Suryani (43) salah satu pembuat arak pada FaktualNews.co.
Ternyata membuat arak tidak semudah bayangan kita. Hasil produksi arak dari Desa Sidolaju diakui lebih dibandingkan dari Desa Kerek. Kalau di Desa Kerek bahan bakunya dari tetes tebu, air dan ragi tape. Lalu di rendam selama satu pekan setelah itu baru dapat dimasak atau disuling.
Sedangkan dari desa Sidolaju memakai bahan baku dari gula tebu tradisional (gula merah), air dan tape ketan hitam. kemudian direndam selama satu pekan. Untuk pembakaran memakai kayu mahoni jadi tidak sembarang kayu dapat dipakai. Lama pembakaran sekitar 3 jam untuk sekali masakan.
“Kalau orang yang tidak biasa mabuk kalau minum arak sini tidak mugkin kuat karena kadar alkoholnya sangat tinggi,” terang Kasidi pada FaktualNews.co.
Menurut warga setempat sebenarnya arak dari Desa Sidolaju tidak diproduksi besar-besaran. Dimana sebenarnya miras jenis arak tersebut lebih banyak dimanfaatkan sebagai suguhan pada saat warga yang mempunyai hajat.
Biasanya warga yang mempunyai hajat seperti pernikahan, kelahiran bayi maupun khitanan tuan rumah menyediakan arak. Hal ini juga terbukti dari tahun ke tahun pembuatnya selalu berkurang.
“Pada awal saya menjabat Kasun ada sekitar 12 warga tetapi yang terakhir tinggal 7 warga,” urai Kasidi.
Sedangkan di Desa Kerek membuat arak sebagai mata pencaharian utama. Akan tetapi di Desa Sidolaju hanya sampingan yang hampir semua pembuatnya adalah para petani.