FaktualNews.co

Bupati : Tradisi yang Harus Terus Dilestarikan

Pemkab Sumenep Gelar ‘Tellasan Topa’

Advertorial     Dibaca : 1201 kali Penulis:
Pemkab Sumenep Gelar ‘Tellasan Topa’
FaktualNews.co/Panji/
Bupati Sumenep, A Busyro Karim, dalam acara Gelar 'Tellasan Topa'.

SUMENEP, Faktualnews.co – Sudah menjadi tradisi di masyarakat Indonesia, khususnya di Madura, setelah Lebaran Idul Fitri, senantisa dilaksanakan Lebaran ketupat atau Tellasan Topa’.

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat menggelar Kirab Budaya dan Lomba Kreatifitas Ketupat, Sabtu (23/06/2018). Acara tersebut bertajuk event pesta rakyat kupatan dan festival ketupat digelar di Pantai Lombang, Kecamatan Batang-Batang.

Bupati Sumenep, A Busyro Karim dalam sambutannya menuturkan, di Sumenep sendiri, ketupat merupakan simbol permintaan maaf dan simbol menjalin tali silaturahim. Pada saat Lebaran ketupat, siapa saja yang datang dan bertamu akan disambut dengan aneka makanan dengan sajian ketupat.

“Tradisi ini sesungguhnya sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu. Tellasan topa’ pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat jawa,” ujarnya.

Kenapa ketupat mesti dibungkus janur? Sebab, tradisi ini juga mengandung filosofi mendalam. Janur, diambil dari bahasa arab ja’a nur artinya telah datang cahaya.

Bentuk fisik ketupat yang segi empat ibarat hati manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti ketupat yang dibelah. Pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki.

“Karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja’a nur,red). Jadi, makna dari lebaran ketupat adalah kesucian lahir batin yang dimanifestasikan dalam tujuan hidup yang esensial,” papar politisi senior PKB ini.

Di Madura, lanjut mantan Ketua DPRD ini, ketupat tidak hanya satu macam, tetapi memiliki banyak jenis seperti katopa’ sangoh (ketupat yang bentuknya paling umum kita lihat), katopa’ toju’, katopa’ kope’, katopa’ bhâbâng, katopa’ jhârân, katopa’ masjid dan jenis lainnya.

“Jenis-jenis katupat tersebut memiliki fungsi dan nilai filosofi tersendiri yang hingga kini tetap diterapkan di masyarakat Madura maupun Sumenep,” imbuhnya.

Ditegaskan Busyro, ada tiga makna pesta rakyat ketupat yang diselenggarakan saat ini.
Pertama, simbol kebersamaan masyarakat Sumenep menatap masa depan yang lebih baik. “Kita dituntut tidak hanya senang bersama, tetapi kebersamaan tersebut harus memiliki dampak positif bagi perkembangan Sumenep,” katanya.

Kedua, sebagai upaya melestarikan budaya masyarakat Sumenep, khususnya tradisi lebaran ketupat yang telah turun temurun menjadi tradisi masyarakat Sumenep.

“Selama tradisi tersebut baik dan memiliki filosofi yang positif, maka wajib untuk dilestarikan,” papar suami Nur Fitriana ini.

Ketiga, mempopulerkan potensi wisata di Kabupaten Sumenep. Melalui kekayaan tradisi, diharapkan bisa berkolaborasi dan bersanding menjadi kekuatan dalam memajukan wisata Sumenep.

Oleh karena itu, semangat lebaran ketupat saat ini, adalah semangat menyatukan energi seluruh lapisan masyarakat Sumenep dalam mengejar dan mengikat kemajuan.

“Pemerintah Kabupaten Sumenep akan terus berkomitmen menjadikan budaya lokal sebagai kekuatan pengembangan pariwisata di masa mendatang. Hal ini membutuhkabn kontribusi dan dukungan seluruh lapisan masyarakat Sumenep,” tandasnya.

Diketahui, kegiatan ini diikuti sebanyak 52 peserta yang berasal dari berbagai instansi di Sumenep, baik Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kecamatan, maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Sumenep. Sementara yang dilombakan adalah lomba menu ketupat, dan lomba kreatifitas membuat orong (wadah) ketupat. (*)

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin