JOMBANG, FaktualNews.co – Dugaan praktik jual beli Surat Pengangkatan (SK) honorer baru dilingkup Pemkab Jombang, Jawa Timur, melibatkan banyak pihak. Selain para centeng, keterlibatan oknum pejabat di Badan Kepegawaian Daerah Pendidikan dan Pelatihan (BKDPP), Pemkab Jombang juga sangat signifikan.
Salah seorang mantan Kepala Dinas di Pemkab Jombang di era Bupati Suyanto menuturkan, ada beberapa tahapan bila Satuan Kepala Perangkat Daerah (SKPD) mengangkat honorer baru. Tentunya sebelum muncul Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2005 pasal 8 jo PP Nomor 43 tahun 2007 tentang larangan pemerintah daerah mengangkat honorer baru.
“Prosedur pengangkatan honorer baru sebelum ada PP Nomor 48 tahun 2005 pasal 8 jo PP Nomor 43 tahun 2007, yakni kepala SKPD yang sekarang menjadi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) mengajukan ke BKD. Dulu hanya BKD saja, belum ditambah Pendidikan dan Pelatihan,” tuturnya.
Menurutnya peran BKD dalam penerbitan SK honorer baru sangat vital. Lantaran di BKD berkas calon honorer baru itu diproses secara administrasi. Setelah seluruh berkas terpenuhi, kemudian dibuatkan SK yang diajukan ke Bupati.
“Yang menandatangani memang bupati. Tapi kenapa harus di proses di BKD, karena itu berkaitan dengan data pegawai dan gaji honorer tersebut. Karena sumber keuangan untuk gaji honorer baru melalui APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” paparnya.
Selain itu, sumber lain di internal Pemkab Jombang menyebutkan, peranan BKDPP dalam pengangkatan pegawai honorer baru sangat vital. Lantaran BKDPP berkaitan langsung dengan kejelasan status pegawai honorer tersebut.
“Ya jelas BKDPP punya peran dalam pengangkatan honorer baru. Penomeran SK yang punya kan BKDPP. Kalau tidak ada nomor SK-nya, terus bagaimana kejelasan SK itu,” tutur sumber yang juga meminta agar identitasnya tidak dipublikasikan.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkab Jombang, Eka Suprasetya membenarkan jika seluruh honorer yang di SK bupati digaji menggunakan dana yang bersumber dari APBD. “Honorer (yang di) SK Bupati dibayar melalui dana APBD yang dialokasikan pada masing-masing SKPD sesuai dengan jumlah honorernya,” jelasnya singkat.
Pj Sekda : Itu Bukan SK Honorer Baru, Tapi Perpanjangan
Pj Sekda Kabupaten Jombang, Eksan Gunajati akhirnya angkat suara perihal mencuatnya SK honorer baru dalam sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Jombang non-aktif Nyono Suharli Wihandoko beberapa waktu lalu. Eksan berdalih, bahwa SK pegawai honorer Puskesmas atas nama Bagas Widyatmono itu bukan SK honorer baru.
“Itu (SK Bagas Widyatmono) perpanjangan bukan honorer baru,” kata Eksan Gunajati saat dikonfirmasi melalui sambungan ponselnya, Rabu (1/8/2018).
Menurut Eksan, sekitar 6-7 tahun yang lalu, Dinkes Provinsi mengangkat honorer yang diletakan di Kabupaten-kabupaten. Ketika itu, ia pun sempat menanyatakan ke kepala Dinkes Kabupaten Jombang saat itu, terkait dengan pengangkatan honorer baru di Dinkes.
“Saat saya di BKD dulu sempat saya tanyakan ke Pak Heri (Kadinkes waktu itu), kalau ngangkat honorer gak boleh. Pak Heri mengatakan kalau yang ngangkat itu provinsi dan yang bayar provinsi, ya sudah resiko di provinsi. Waktu itu diangkat 24 (orang) ditambah dokter 4 orang,” imbuhnya.
“Karena honornya provinsi dan ditempatkan di Jombang, maka petikan SK itu yang buat Jombang dan itu diperpanjang setiap tahun dan sampai sekarang,” jelasnya.
Eksan menjelaskan, awalnya seluruh gaji yang diberikan untuk 24 tenaga honorer di Dinkes itu bersumber dari dana Dinkes Provinsi. Namun seiring berjalannya waktu, sumber gaji bagi honorer tersebut sharing dari APBD Pemkab Jombang dengan APBD Provinsi.
“Sharing tidak banyak antara 30-70, tapi yang gaji tetap mereka (pemprov) sampai saat ini. Dalam kurun waktu itu, pembaharuannya, tiap tahun. Istilahnya SK perpanjangan. Itu bukan SK honorer baru. Jadi setiap tahun memperbaharui. Siapapun yang menjabat, pokoknya ada kewenangan karena mati harus diperbaharui,” jelasnya.
Jika tidak diperbaharui, lanjut Eksan, Pemkab Jombang tidak akan mendapatkan bantuan dari Pemprov Jatim. “Kebetulan yang 24 itu diperbaharui pak Setiajit. (Termasuk Bagas, red) iya dibawahnya ada itu. Itu komulatif jadi satu, tapi secara teknis saya agak lupa, jadi si A si B perpanjangan baru nanti petikannya kepala BKD. Setahu saya seperti itu, jadi itu perpanjangan bukan honorer baru,” paparnya.
Eksan yang juga menjabat sebagai Kepala Bappeda Pemkab Jombang ini memastikan, jika SK honorer yang mencuat dalam persidangan itu bukan SK honorer baru di Dinkes Jombang. Melainkan SK perpanjangan honorer dari Pemprov Jatim yang diperpanjang.
“Intinya itu perpanjangan bukan honorer baru. Kalau honorer baru diluar itu saya yakin itu bukan yang ditanda tangani pak Setiajit. Kalau yang ditandatangani pak Setiajit, saya yakin yang perpanjangan. Saya juga jamin, kalau zamannya pak Setiajit tidak tahu soal yang 40 (Suap dari Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Jombang, Isminingsih ke mantan Plt Dinkes Jombang Inna Silestyowati),” tandasnya.