Kesehatan

Kasus Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan di Jember, Tertinggi di Jatim

JEMBER, FaktualNews.co – Kasus kematian ibu hamil dan melahirkan di Kabupaten Jember, menempati urutan teratas di Jawa Timur. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur, terjadi kematian sampai 4 orang ibu per bulan. Sehingga hal itu harus menjadi perhatian serius dari Dinkes Pemkab Jember.

Informasi tersebut disampaikan langsung Ahli Kandungan dan Konsultan Kebidanan Sosial dr. Moch Murod kepada sejumlah wartawan, Minggu siang (2/9/2018). “Dari 8 kota/kabupaten di Jawa Timur, Jember nomor satu kematian ibu hamil dan melahirkan. Data itu dari Dinas Kesehatan provinsi,” ujar dr. Murod.

Ia menjelaskan, tingginya kematian ibu hamil dan melahirkan di Kabupaten Jember, disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya terkait sistem manajemen Puskesmas yang belum dikelola dengan baik.

“Puskesmas itu harusnya, dibenahi sistemnya. Baik personel ataupun kemampuannya. Ini yang urgent, harusnya Puskesmas punya peta wilayah, sehingga tahu data ibu hamil ada berapa, dan banyak turun ke masyarakat. Karena selama ini, Puskesmas menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, “ujarnya.

Dengan persoalan tersebut, dr. Murod menyebutkan, wilayah Kecamatan Silo dan Sumberbaru, membutuhkan perhatian khusus. “Karena di daerah tersebut, yang tinggi,” katanya.

Bahkan, minimnya sosialisasi oleh Puskesmas kepada masyarakat, menyebabkan masyarakat khususnya di pedesaan masih lebih percaya kepada dukun dalam proses persalinan. “Seperti di Silo, di sana kan banyak dukunnya, kemudian Bangsalsari sebelah utara perkebunan. Padahal ini masalah mudah untuk terus melakukan sosialisasi,” jelasnya.

Lebih dari itu, menurut dokter spesialis kandungan di Jember ini, dirinya juga menyayangkan buruknya pola komunikasi antara Pemerintah Kabupaten dengan petugas medis khususnya bidan. Pasalnya, apabila terjadi kematian ibu hamil dan melahirkan di Puskesmas, bidan tersebut akan langsung terintimidasi tidak bisa promosi jabatan.

“Sehingga keluar kebijakan, awas kalau sampai di daerah anda ada yang mati, maka pangkat tidak dinaikkan. Lah ini justru kebijakan yang keliru, ” tandasnya.

Dengan persoalan tersebut, lanjutnya, maka bidan-bidan tersebut bukannya memberikan pertolongan atau perhatian, yang terjadi malah sebaliknya. “Lebih baik yang bermasalah ditolak saja, atau langsung diserahkan ke pihak lain saja, atau langsung ke rumah sakit.Padahal penanganan bisa dilakukan di puskesmas,”katanya.

Sehingga yang terjadi, tambanya, pasien bersalin di Rumah Sakit cukup banyak. Penumpukan pasien ini otomatis menurunkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. “Dampaknya, ibu yang akan bersalin membanjir di RS Soebandi, Balung, ataupun Kalisat. Pasti mutu pelayanan akan turun. Ini ilmu manajemen, sehingga kematiannya tinggi. Empat orang tiap bulannya,” pungkasnya.