Eksplorasi Migas di Jombang, WALHI: Lapindo Kerap Langgar Aturan
SURABAYA, FaktualNews.co – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur pesimis Lapindo Brantas bakal memenuhi kewajibannya kepada warga, apabila terjadi bencana eksplorasi minyak dan gas (Migas) di Dusun Kedondong, Desa Blimbing, Kecamatan Kesamben, Jombang.
Ini menyusul tuntutan warga yang mengatasnamakan Forum Warga Peduli Lingkungan dan Agraria (Forwapala). Mereka mengajukan perjanjian dalam bentuk Memo of Understanding (MoU) kepada pihak Lapindo Brantas sebagai bentuk jaminan keselamatan apabila terjadi bencana eksplorasi migas di Jombang.
Walhi beranggapan perusahaan milik keluarga Bakrie tersebut selama ini dikenal kerap melanggar aturan yang ada. Salah satu soal dana kompensasi yang harus diberikan kepada warga terdampak luapan lumpur di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.
“Ya tetap saja, MoU tidak menjadi pengaman bencana (agar) tidak terjadi. Artinya gini, belajar dari pengalaman pada kasus Lapindo itu bukan hanya MoU tetapi menggunakan Perpres, Peraturan Presiden, untuk mengatur pembayaran kompensasi yang akan diterima, itu sudah ditabrak berkali-kali,” terang Direktur Walhi Jatim, Tri Jambore Christanto kepada FaktualNews.co ketika ditanya soal efektifitas MoU antara warga dan PT Lapindo Brantas, Selasa (18/9/2018).
Dijelaskan pria yang akrab disapa Rere, kesepakatan semacam MoU antara Lapindo Brantas dengan warga sekitar sumur eksplorasi Migas di Jombang bukan sesuatu hal yang menakutkan bagi Lapindo. Walau seharusnya dipatuhi, karena ada dasar hukum untuk membuatnya.
“Kebijakan yang dikeluarkan selevel Presiden saja, Lapindo menabraknya berkali-kali apa lagi sekedar MoU,” tegasnya.
Lapindo Brantas dimata Walhi, seringkali berkelit ketika permasalahan terjadi, seperti bencana luapan lumpur di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo lalu. Yang pada akhirnya pemerintah dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) terpaksa menalangi dana kompensasi korban lumpur supaya tidak terjadi konflik di bawah. Padahal, kata Rere, itu menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas.
“Uang rakyat juga yang dipakai untuk nalangi pembayaran itu,” tandas Rere.
Kemudian soal relokasi warga pasca bencana, menurut Rere, hal tersebut tidak diatur dalam Perpres. Akan tetapi pada saat itu Lapindo meluncurkan wacana tersebut. Dan Walhi menduga skema itu sebagai bagian upaya Lapindo lari dari tanggung jawab.
Walau demikian, pihaknya tetap menghargai upaya warga Kabupaten Jombang menuntut kejelasan nasib mereka terhadap Lapindo jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi dengan membuat suatu kesepakatan diawal sebelum aktivitas eksplorasi dilakukan, “Belajarlah dari pengalaman, begitu saja,” singkatnya.
Bukti keingkaran Lapindo selanjutnya yang dilakukan diawal aktivitas Migas mereka di Jombang adalah diduga dengan sengaja melakukan eksplorasi Migas di wilayah konsesi yang sebenarnya bukan menjadi bagian wilayah kerja mereka.
“Ketika itu menjadi perjanjian antar kedua perusahaan hal itu tidak diperbolehkan karena konsesi itu dibuat berdasarkan SK (Surat Keputusan), dia tidak bisa langsung merubah titik diluar konsesi. Ini tidak sekedar dua perusahaan karena wilayah konsesi itu kan ditetapkan dengan menggunakan SK,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, titik eksplorasi Sumur Metro milik PT Lapindo Brantas di Dusun Kedondong, Desa Blimbing, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang diduga kuat berada di wilayah konsesi PT Pertamina blok Tuban. Karena, Kabupaten Jombang secara wilayah konsesi Migas terbagi menjadi dua bagian, yakni disebelah utara menjadi hak PT Pertamina Hulu Energi Blok Tuban dan sebagian kecil di selatan menjadi hak PT Lapindo Brantas.