JEMBER – FaktualNews.co – Puluhan mahasiswa mengatasnamakan Aliansi Pertanian Jember Raya (APJR) Senin (24/9/2018) berunjukrasa memperingati Hari Tani Nasional. Dalam aksinya, mereka yang tergabung juga dalam Ikatan BEM Pertanian Indonesia Koordinator 4 Jatim, membawa poster bertuliskan kutukan keras terhadap tindakan pemerintah yang mengimpor beras dari luar negeri. Selain itu, mereka menuntut ditegakkannya kedaulatan pangan.
Menurutnya, petani Indonesia saat ini, terintimidasi dengan sering dilakukannya pengalihan lahan pertanian, untuk alasan pembangunan infrastruktur.
Sebelum berorasi dan menyampaikan aspirasinya di Bundaran DPRD Jember. Mereka melakukan long march dengan berjalan kaki, dari double way Gerbang Masuk Universitas. Dalam aksi tersebut mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian.
Aksi tersebut bahkan menyebabkan arus lalu lintas sepanjang Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari macet total. Bahkan pihak kepolisian, harus bekerja ekstra untuk mengawal aksi dan mengatur kendaraan yang lewat.
“Petani sejahtera, itu hanya omongan belaka. Katanya menegakkan kedaulatan pangan, namun yang terjadi malah alih fungsi lahan untuk alasan infrastruktur, dan perumahan,” ujar koordinator aksi Soleh saat dikonfirmasi sejumlah media.
Soleh menjelaskan, sejumlah lahan pertanian di Jawa Timur, banyak beralih fungsi, dan menyebabkan lahan pertanian semakin habis.
“Tumpang pitu Banyuwangi, lahan pertanian rusak akibat pertambangan, merkuri, dan banjir lumpur yang merusak tempat wisata. Probolinggo pembangunan tol, yang membuat lahan pertanian beralih fungsi. Sehingga petani semakin sedikit memiliki lahan,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Soleh, sawah itu memiliki sertifikat, dan para petani terpaksa menjual lahan pertaniannya. Pemerintah harus mereforma agraria sejati. “Bagaimana mau swasembada pangan, lahan tidak ada, bahkan beras juga surplus data dari Kementan,” sambungnya.
Bahkan, kata Soleh lagi, sebagaimana data yang didapatnya, ada sebuah lahan pertanian berukuran ratusan hektare tergusur.
Lahan tersebut terang Soleh, ada di Kulon Progo seluas kurang lebih 600 hektare, beralih fungsi menjadi infrastruktur bandara. “Petani di sana dikriminalisasi, lahannya mau panen malah digusur,” tandasnya.
Soleh menambahkan, Kemendag pun dengan kebijakannya, malah mengimpor beras dari luar negeri. “Bagaimana petani mau sejahtera. Kebijakan pertanian pun tidak menyentuh petani. Kami berharap pemerintah memperhatikan ini,” tegasnya.
Soleh berharap, pemerintah mengingat kembali Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang telah ditetapkan Ir. Soekarno. “Bahwa rakyat mengelola sendiri lahan yang ada seluas-luasnya untuk pertanian,” pungkasnya.