PGRI: Tidak Seharusnya Ada Aksi Mogok GTT-PTT di Jember, Merugikan Siswa
JEMBER, FaktualNews.co – Dengan mulai bermunculan aksi mogok GTT/PTT di Kabupaten Jember, dinilai sebagai bentuk kekecewaan tenaga honorer.
Aksi mogok GTT-PTT merupakan persoalan lama yang saat ini memuncak. Sehingga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jember, sudah tidak mampu lagi meredam segala bentuk aksi yang mulai ditunjukkan para tenaga honorer tersebut.
Menurut Ketua PGRI Jember Supriyono, selama ini PGRI sudah berupaya membendung dengan pendekatan personal, agar jangan sampai terjadi aksi mogok mengajar. Bahkan PGRI juga mencoba menjembatani audiensi GTT-PTT dengan Pamkab Jember.
“Kekecewaan mereka ini, tentunya dari persoalan SP, honor lambat, dan bahkan hanya menerima (gaji) sekali itu, ini semua menjadi akumulasi yang membuat kekecewaan mereka (GTT-PTT). Sehingga PGRI tidak bisa menghalangi,” ujar Supriyono, Rabu (7/11/2018).
Memang jika terkait pendidikan, kata Supriyono, tidak seharusnya sampai terjadi aksi mogok mengajar, sehingga merugikan siswa dan anak didik terkait mendapat ilmu.
“Tetapi mestinya tanggung jawab pendidikan ini, menjadi perhatian pemerintah (pusat), dan pemerintah daerah. Persoalan ini harus diselesaikan,” tegasnya.
Jika ada aturan soal P3K, katanya, segera membuat edaran. “Sehingga tidak menunggu-menunggu. Jangan kosong (tidak jelas). Jika tidak bisa ikut CPNS, lewat P3K! tetapi aturan mainnya sampai sekarang kita tunggu-tunggu belum ada,” ungkap Supriyono.
“Kemudian khusus pemerintah daerah, ada 4 dan 5 guru yang mendapat SP, malah mendapat kecelakaan, operasi kepala, bahu kiri patah, dan meninggal. Karena jatuh (kecelakaan), terkait lokasi sekolah mengajar (yang tidak mempertimbangkan jarak guru dengan sekolahnya).”
Padahal ini kewenangan pemerintah, dan harus diperhatikan. “Lah ini warganya (yang mendapat SP), jadi harus diperhatikan, sesegera mungkin persoalan ini diselesaikan. PGRI hanya meminta yang baik, kepada pemerintah, karena kewenangan pemerintah pusat dan daerah,” tutur Supriyono.
Baik di daerah atau di pusat, lanjut Supriyono, mengharapkan adanya perhatian yang serius. “Kalau guru mogok, sekalian tahu, bahwa guru bertanggung jawab untuk pendidikan, jadi benar-benar harus diperhatikan. Saya berharap tidak lama-lama, dan kembali mengajar lagi,” pungkas dia.