Terlibat Penipuan Perekrutan Polri, Oknum Polri di Sidoarjo Jadi Terdakwa
SIDOARJO, FaktualNews.co-Kesaksian Siti Ngatikah, saksi korban dalam sidang dugaan penipuan penerimaan anggota Polri, membuat kaget pengunjung sidang. Pasalnya, dalam kasus tersebut melibatkan seorang oknum anggota polisi, berinisial BHS.
Di depan majelis hakim, ibu dari Aris Sugiharto, korban dugaan penipuan penerimaan calon anggota Polri itu rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah. Demikian itu agar putranya bisa diterima menjadi anggota Polri.
Dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, yang diketuai oleh I Ketut Suarta, saksi Siti Ngatikah mengaku bahwa uang diserahkan secara bertahap kepada Sri Hardatik, saudaranya. Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada terdakwa BHS dengan total Rp 443 juta.
“Uang itu saya kumpulkan dari jual tanah, hutang bank dan hasil tabungan usaha bebek,” ucap saksi korban dengan nada sedikit kesal memberikan kesaksian di persidangan, Rabu (21/11/2018).
Korban mengaku, uang yang dijanjikan dikembalikan sepenuhnya oleh terdakwa bila putranya tidak diterima sebagai anggota Polri hanyalah isapan jempol belaka. Bahkan, kini korban harus menanggung beban hutang dari uang yang hanya dijanjikan terdakwa untuk dikembalikan itu.
“Sampai sekarang saya bingung harus membayar hutang sana-sini,” ungkapnya.
Kasus penipuan itu berawal dari terdakwa BHS yang menawarkan kepada Sri Hardatik bila ada yang ingin masuk menjadi anggota Polri agar menghubunginya. Sri lalu menawarkan kepada Siti Ngatikah, orang tua Aris Sugiharto agar dijadikan anggota Polri.
Tawaran itu akhirnya disepakati korban, dengan syarat agar menyiapkan sejumlah uang sebagai dalih terdakwa untuk diberikan kepada panitia dalam setiap tahapan seleksi. Korban Aris lalu diminta daftar penerimaan calon Bintara Polri tahun 2015.
Korban pun mendaftar di Polres Tulungagung. Usia mendaftar dan mendapat nomor peserta, korban kemudian mulai mengikuti sejumlah seleksi. Pada saat proses seleksi itulah korban melalui orang tuanya diminta sejumlah uang secara bertahap.
Namun, alangkah kagetnya Aris justru gagal ditengah jalan, tepatnya pada seleksi psikologi. “Padahal saya sudah mentransfer sejumlah uang secara bertahap. Kalau jumlahnya sebesar Rp 290 juta,” ungkap Siti Ngatikah.
Ia pun menagih uang yang dijanjikan akan dikembalikan sepenuhnya bila tidak diterima menjadi anggota Polri. Janji itu justru mencoba dikecoh, terdakwa justru menyarankan agar putra korban kembali mendaftar calon Tamtama 2016.
Karena keinginanya agar putranya diterima menjadi anggota Polri, korban pun menyetujui. Lagi-lagi, terdakwa kembali meminta uang kepada korban dengan dalih untuk memberi kepada panitia. Korban yang percaya begitu saja akhirnya kembali memberikan sejumlah uang yang dititipkan kepada Sri Hardatik lalu ditransfer kepada terdakwa.
Pada seleksi kali kedua ini, putra korban kembali gugur ketika seleksi pada tahap penilaian panitia penentu akhir (Pantukhir). Korban pun menagih janji terdakwa uang dikembalikan seluruhnya namun terdakwa ingkar atas janji itu.
“Saya kesal dan marah karena janji itu tidak pernah ditepati. Padahal yang kedua kalinya saya sudah menyerahkan uang Rp 153 juta. Kalau jumlah seluruhnya sebanyak Rp. 443 juta,” ungkapnya.
Selain Siti Ngatikah, orang tua Aris yang menjadi korban terdakwa BHS. Korban lainnya yang juga sudah menyerahkan uang senilai Rp 350 juta yaitu Murdiyati, orang tua dari Laksana Satria yang diduga menjadi korban penipuan yang sama.
Uang yang sudah disetor keduanya juga tidak pernah dikembalikan sama sekali. “Saya ini bukan hanya rugi materi saja, tapi saya juga malu dan kesal atas perbuatan yang dilakukan (terdakwa) BHS,” ungkap Murdiyati yang juga diperiksa menjadi saksi dalam dugaan perkara penipuan itu.
Akibatnya, terdakwa didakwa melanggar sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUH Pidana dan atau pasal 372 KUH Pidana.