FaktualNews.co – Soto merupakan kuliner yang sudah dikenal masyarakat di Indonesia dan digemari berbagai kalangan. Namun, tahukah Anda jika dulu soto adalah makanan yang identik dengan menu kelas bawah.
Bahkan, soto dulu dilarang disajikan di depan bangsawan semasa penjajahan Belanda. Alasannya, karena soto kerap menggunakan jeroan sebagai salah satu bahan utamanya sehingga dinilai jorok dan tak higienis.
Melansir Pesona.Travel, soto sendiri mulai dikenal masyarakat pada abad ke-19. Masakan ini dibawa oleh orang Kanton yang bermigrasi ke Indonesia dan menjadi populer di kawasan peranakan Tionghoa di Semarang. Cara berdagangnya pun meniru penjual Tiongkok yaitu dengan cara dipikul.
Gunakan Jeroan dan Munculnya Soto Ayam
Kata soto pun banyak dipengaruhi oleh bahasa Tionghoa. Ada sejumlah kata yang digunakan untuk menggambarkan soto, yaitu cha utu dan cao du. Cao artinya rumput yang merujuk pada rempah-rempah Nusantara yang digunakan untuk membumbui soto, sementara du artinya babat atau jeroan.
Babat dan jeroan dipilih karena daging harganya sangat mahal kala itu. Hanya bangsawan dan kaum Belanda saja yang mampu membelinya untuk dikonsumsi. Makanya warga pribumi dan Tionghoa menggantinya dengan jeroan yang lebih murah.
Sementara soto ayam mulai masuk pada 1930-an. Saat itu soto ayam masuk ke dalam sebuah buku masak. Ternyata ayam dipilih karena pada saat itu populasi daging sapi menurun dratis sementara daging ayam stabil.
Khas di Tiap Daerah
Pasca kemerdekaan, soto semakin bervariasi di tiap-tiap daerah. Ada yang menyebutnya soto, coto, sroto, sauto, juga tauto. Meski namanya berbeda, namun bahan utamanya hampir sama. Beberapa soto yang paling terkenal di Indonesia adalah soto Lamongan, soto Madura, soto Betawi, soto Banjar, coto Makassar, soto Kudus, dan tauto Pekalongan.
Soto Lamongan yang lahir di Lamongan, Jawa Timur disajikan dengan suwiran ayam kampung, potongan daun seledri, kuah kaldu berwarna kuning, serta koya yang dibuat dari remahan kerupuk udang. Selain itu ada soun, kol, kerupuk udang, dan irisan telur rebus sebagai pelengkap.
Sementara itu, soto Madura berbahan dasar daging sapi yang dipadukan dengan kentang goreng dan kecambah. Kuanya kuning bening dan biasa disajikan bersama potongan jeruk nipis dan rempeyek.
Soto Betawi adalah satu dari sekian banyak soto yang disajikan dengan kuah santan. Tapia da juga yang memilih untuk mengganti santan dengan susu agar terasa lebih ringan. Isi soto Betawi adalah daging sapi dan jeroan, kentang goreng, dan tomat. Pendamping soto yang kerap dipilih adalah emping dan acar.
Selain itu ada soto Banjar yang namanya diambil dari nama suku di Kalimantan. Kuahnya tidak menggunakan kunyit, sehingga berwarna bening. Isian soto yang biasa digunakan adalah potongan lontong, perkedel, telur, soun, wortel, dan potongan daun bawang. Penjual soto Banjar juga biasanya menyertakan sate Banjar sebagai sajian pendamping.
Sekilas soto Kudus mirip dengan soto Lamongan. Hanya saja soto Kudus menggunakan daging ayam atau kerbau sebagai isiannya. Konon, ini merupakan cara bagi Sunan Kudus untuk mengajarkan toleransi terhadap umat Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci yang harus dihormati.
Orang Makassar menyebut soto dengan sebutan coto. Soto khas Makassar ini dibuat dengan memadukan 40 jenis bumbu atau yang biasa disebut ampah patang pulo. Isi coto adalah potongan daging yang direbus bersama jeroan dan irisan daun seledri serta bawang goreng. Biasanya, coto dinikmati bersama ketupat atau burasa khas Makassar.
Terakhir, ada tauto Pekalongan yang menyertakan tauco sebagai salah satu bumbu penyedapnya. Tauco adalah bumbu yang dibuat dari biji kedelai yang dicampur tepung terigu dan difermentasikan hingga mengeluarkan bau yang cukup menyengat. Untuk membuat tauto, bumbu tauco dicampur dengan aneka rempah dan dicampurkan dengan kuah kaldu. Isi tauto Pekalongan adalah bihun, tauge, daging sapi atau daging ayam, dan potongan sayur kol. Agar lebih nikmat, bisa ditambahkan kerupuk kulit dan taburan usus kering sebagai pendamping soto.