Lingkungan Hidup

Waspadai Plastik! Ecoton Temukan Kotoran Manusia Mengandung Mikroplastik

SURABAYA, FaktualNews.co – LSM lingkungan Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) bersama sejumlah kelompok aktivis lingkungan melakukan penelitian terhadap feses (tinja) manusia. Penelitian itu mendapati adanya mikroplastik di hampir semua sampel yang diteliti. Demikian dilansir VOA Indonesia, Senin (30/9/2019).

Sehubungan dengan itu, masyarakat diminta mengurangi penggunaan plastik dan memperhatikan makanan yang dikonsumsi.

Peneliti LSM lingkungan Ecoton Andreas Agus Kristanto Nugroho mengatakan, mikroplastik tidak hanya mengancam lingkungan dan ikan di perairan, namun juga menjadi ancaman serius bagi manusia. Dari penelitian terhadap sekitar 40 sampel feses (tinja) manusia dari berbagai daerah di Bali dan Jawa, tidak satu pun sampel yang diteliti bebas dari kontaminasi mikroplastik. Bentuknya beragam, yakni fragmen, fiber, filamen, dan granula. Dalam 10 gram feses yang diteliti di laboratorium, terdapat sekitar 2 hingga 15 partikel mikroplastik per milimeter.

“Mikroplastik dalam feses itu sebetulnya menandakan bahwa lingkungan kita itu sudah mulai ada ancaman baru yang namanya mikroplastik. Mikroplastik itu bisa masuk melalui saluran pencernaan maupun saluran pernapasan kita. Ketika sudah masuk ke dalam tubuh, mikroplastik itu akan seperti transporter yang mengantarkan bahan-bahan berbahaya yang ada di sekitar mereka yang terikat, sebelum masuk ke tubuh, mereka akan mengikat banyak bahan-bahan selain plastiknya sendiri itu,.Dia akan mengikat. Kalau di air bisa deterjen, bisa limbah industri, bisa logam berat, kalau yang di udara ya apapun yang ada di udara yang menjadi pencemar di udara, juga akan bisa terikat di mikroplastik tadi,” kata Andreas Agus Kristanto Nugroho.

Andreas menambahkan, keberadaan plastik yang selalu ada dalam kehidupan manusia menjadikan mikroplastik ancaman yang tidak mudah dihindari. Dari berbagai bentuk plastik yang diproduksi, partikel mikroplastik terdapat pada hampir seluruh produk yang dikonsumsi manusia setiap harinya, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat langsung oleh mata.

“Ada mikroplastik yang primer, ada mikroplastik yang sekunder. Kalau mikroplastik primer itu adalah mikroplastik bentukan industri yang sengaja dibentuk untuk jadi bahan campuran di kehidupan kita, seperti pasta gigi, cat tembok, kosmetik, banyak di sana. Terus kalau yang sekunder itu berasal dari plastik-plastik ukuran besar yang karena proses alam terjadi proses penghancuran, destruksi, akhirnya menjadi serpihan-serpihan kecil yang pada akhirnya akan menjadi mikroplastik bahkan jadi nanoplastik,” lanjutnya.

Menghilangkan plastik secara keseluruhan dalam kehidupan, menurut Andreas sangatlah sulit. Namun ia menyarankan adanya gerakan pengurangan penggunaan plastik dan menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan. Pengganti plastik dari bahan organik kata Andreas, masih belum bisa menjamin produk yang dihasilkan bebas sepenuhnya dari bahan kimia pembentuk plastik.

“Paling memungkinkan itu adalah kita mengurangi penggunaan plastik jenis apa pun, karena belum ada bahan pengganti plastik yang benar-benar 100 persennya organik. Kalau bisa hancur cepat, iya. Tapi ya tadi, tetap ada plastiknya di sana, ada 70 persen,” imbuh Andreas.

Sementara itu, Dosen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Anita Dewi Moelyaningrum mengatakan, mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui makanan maupun minuman yang terpapar mikroplastik. Mikroplastik dapat keluar dari tubuh manusia melalui feses, namun dapat juga terakumulasi di dalam organ yang dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.

“Mikroplastik ini sangat mungkin masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pernapasan maupun saluran pencernaan, melalui mekanisme rantai makanan. Nah, ketika tubuh kita sudah tidak mampu mengeluarkan mikroplastik, mungkin karena paparan yang terlalu tinggi, maka mikroplastik ini sangat mungkin akan tertahan dan terakumulasi dalam organ sehingga akan berpotensi memunculkan berbagai keluhan kesehatan,” kata Anita Dewi Moelyaningrum.

Untuk menghindari penyakit yang ditimbulkan oleh partikel berbahaya yang dibawa oleh mikroplastik, Anita menyarankan agar masyarakat memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi serta menghindari bahan plastik yang tidak ramah lingkungan.

“Nah, yang perlu dihindari adalah, kita tidak mengkonsumsi (memakai) plastik yang mengandung monomer yang bersifat toksin, salah satunya adalah PBDE, atau polybrominated diphenyl ethers, di mana monomer PBDE ini memiliki potensi bisa merusak kesuburan, termasuk juga kesuburan pada manusia. Nah, bagaimana cara mengurangi mikroplastik dalam tubuh kita? Karena 90 persen mikroplastik ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan, melalui konsumsi, maka kita harus mulai menjaga asupan supaya kita memilih makanan atau bahan konsumsi yang bersih dari mikroplastik,” jelas Anita Dewi Moelyaningrum.