Birokrasi

Terbentur Aturan, BPJS Pegawai Non Pemerintah Dinonaktifkan

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Terhitung mulai 1 Januari 2020, Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri (PPNPN) kepesertaan BPJS kesehatan, dinon-aktifkan. Dengan demikian, sejak tanggal itu, kesehatan PPNPN tidak lagi ditanggung BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).

Baik pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Penyebabnya, Pemkot Probolinggo tidak dapat menganggarkan jaminan kesehatan untuk PPNPN dengan alasan terbentur aturan.

Hal tersebut disampaikan Plt Badan Pendapatan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPPKAD), Heri Astuti, pada Selasa (13/1/2019) siang di kantornya. Perempuan yang biasa dipanggil Astuti ini membenarkan, kalau pihaknya mendapat surat dari BPJS Kesehatan.

Isinya, pemerintah daerah tidak dapat menganggarkan lagi jaminan kesehatan untuk Non PNS (PPNPN). Alasannya, terbentur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2019. Disebutkan di Pasal 99 ayat 4, ketentuan lebih lanjut soal BPJS akan diatur oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN).

Dengan demikian, pembayaran jaminan kesehatan ke BPJS dihentikan sementara, menunggu peraturan menteri PAN terbit. Disebutkan, sebelumnya, Pemkot telah membayar jaminan kesehatan PPNPN ke BPJS.

“Karena terbentur aturan. BPJS kami non-aktifkan dulu. Ya, menunggu sampai peraturan Men-PAN terbit,” ujarnya.

Selama BPJS non PNS dinon-aktifkan, Pemkot akan mengalihkan jaminan kesehatan non PNS atau PTT ke program UHC (Universal Health Coverage). Yakni program jaminan kesehatan yang dibiayai oleh Pemkot. Hanya saja, pengalihan tersebut saat ini belum selesai alias masih dalam proses. “Belum tahu kapan selesai. Saat ini masih proses,” tambah Astuti.

Dalam program UHC tersebut, non PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) jaminan kesehatan BPJS untuk satu orang. Jika misalnya PPPK memiliki 3 kanggota keluarga, maka salah seorang yang dapat.

“Yang dapat program UHC hanya satu orang. Misalnya kepala keluarga. Untuk istri dan anaknya, tidak dapat,” tambahnya.

Sedang pada program BPJS yang dinon-aktifkan atau dihentikan, seluruh anggota keluarga ditanggung Pemkot. Dengan prosentase pemberi kerja 4 persen, penerima kerja 1 persen. Sistem pembayaran BPJS seperti itu diberlakukan untuk PNS.

“Jadi non PNS, pembayarannya sama dengan PNS. Itu tidak boleh. Informasinya nanti itu, prosentasenya berubah,” tandasnya.

Astuti berharap, pegawai non PNS atau PPPK tidak perlu gelisah dan khawatir. Meski jaminan kesehatan BPJS dinon-aktifkan atau dihentikan, nantinya tetap Pemkot yang akan membayar menggunakan APBD. “Tetap kami ikutkan ke jaminan kesehatan BPJS. Ya melalui program UHC,” pungkasnya.