FaktualNews.co

Mitologi Orang Lamongan Tidak Menikahi Orang Kediri, Begini Cerita Lengkapnya

Gaya Hidup     Dibaca : 4900 kali Penulis:
Mitologi Orang Lamongan Tidak Menikahi Orang Kediri, Begini Cerita Lengkapnya
Faktualnews.co/Ahmad Faisol
Gentong dan Tikar dari batu yang berada di Masjid Agung Lamongan.

LAMONGAN, FaktualNews.co – Sebuah peninggalan purbakala berupa gentong air dan alas tikar terbuat dari batu masih terawat di depan Masjid Agung Lamongan. Diyakini, benda purbakala itu peninggalan Panji Laras dan Panji Liris.

Banyak mitologi dan adat istiadat orang Lamongan yang berlatar belakang kisah Panji Laras dan Panji Liris. Misal, mitologi larangan orang Lamongan menikah dengan orang Kediri, juga adat atau tradisi calon mempelai perempuan yang melamar calon suaminya.

Selain gentong air dan tikar batu, ada juga jejak purbakala yang dikaitkan dengan Panji Laras dan Panji Liris, yakni makam Patih Mbah Sabilan, yang berada di Kelurahan Tumenggungan, Kecamatan Lamongan.

Mitos ini bermula ketika Adipati Kediri yang memiliki 2 orang putri kembar, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi ingin menikahkan mereka dengan anak Adipati Lamongan, Panji Laras dan Panji Liris masa senjakala Majapahit,” kata Navis salah satu pemerhati sejarah Lamongan, Selasa (18/2/2020).

Ketika itu, lanjut Navis. Adipati Kediri yang mempunyai 2 putri kembar, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi menerima kabar kalau Adipati Lamongan saat itu, Raden Panji Puspokusumo yang keturunan Raja Majapahit ke-14 Hayam Wuruk juga memiliki 2 orang putra kembar, Panji Laras dan Panji Liris.

“Akhirnya Adipati Kediri, melamarkan putrinya ke Adipati Lamongan. Namun pihak Lamongan mengajukan beberapa syarat, yaitu Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi harus mau memeluk Islam, mempelai perempuan harus yang melamar pihak pria dan mempelai perempuan harus datang ke Lamongan membawa hadiah berupa gentong air dan alas tikar yang terbuat dari batu,” tutur Navis.

Adipati Kediri keturunan sah dari Prabu Airlangga akhirnya bersedia memenuhi semua persyaratan yang diajukan dan berangkatlah kedua putrinya Andansari – Andanwangi ke Lamongan diiringi rombongan besar.

Panji Laras dan Panji Liris diminta Raden Panji Puspokusumo menjemput iring-iringan tersebut di tapal batas Lamongan dengan ditemani Patih Lamongan, Ki Patih Mbah Sabilan.

“Pada masa itu Lamongan sedang mengalami Banjir akibat meluapnya Kali Lamong, saat menyebrang sungai Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi terpaksa mengangkat kainnya sampai paha agar kainnya tidak basah. Akibatnya Panji Laras dan Panji Liris bisa melihat kaki Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi ternyata berbulu lebat sehingga Panji Laras dan Panji Liris menolak menikahi mereka serta meminta rencana pernikahannya dibatalkan,” ujarnya.

Mendengar lamaran dibatalkan, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi merasa terhina dan malu hingga mereka bunuh diri di hadapan Panji Laras dan Panji Liris.

Melihat sang putri dihina dan dipermalukan hingga bunuh diri, pasukan kerajaan Kediri menjadi marah dan ingin membunuh Panji Laras dan Panji Liris, hingga perang diantara kedua pihak tak dapat dihindari hingga berujung terbunuhnya Panji Laras, Panji Liris dan Ki Patih Mbah Sabilan yang berjuang melindungi mereka serta Adipati Lamongan Raden Panji Puspokusumo.

“Sebelum gugur, Adipati Lamongan Raden Panji Puspokusumo berpasan agar anak cucunya tidak ada yang menikah dengan orang Kediri dan itulah yang melatari mitos larangan orang Lamongan menikah dengan orang Kediri,” papar Navis menceritakan.

Kabid Kebudayaan Disbudpar Lamongan, Mifta Alamuddin juga mengakui mitos tersebut. Udin mengaku, mitos ini berhenti menjadi cerita leluhur di masyarakat dan sudah banyak yang tak mempercayainya. Dan makam Patih Mbah Sabilan yang berada di Kecamatan kota yang masih tetap terawat hingga saat ini dan Kinameng yang kini menjadi nama salah satu kampung di Lamongan adalah lokasi peperangan.

“Untuk gentong air dan alas tikar dari batu yang dibawa oleh Andansari dan Andanwangi, lanjut Udin, masih tersimpan di halaman depan Masjid Agung Lamongan. Dan beberapa nama tokoh ini juga diabadikan menjadi nama-nama jalan di kota Lamongan, yaitu Jalan Laras Liris, Jalan Andansari, Jalan Andanwangi dan Jalan Kinameng,” terang Udin.

Lebih jauh Udin menambahkan. Jika mitos itu, dilanggar maka salah satu atau kedua mempelai akan menderita. “Mitos atau larangan menikah antara orang Lamongan dengan Kediri ini sudah luntur,” terangnya.

Antara percaya dan tidak percaya, salah seorang warga Lamongan, Siswoyo mengakui mitos tersebut memang ada di Lamongan. Dan menjumpai tetangganya yang memiliki istri orang Kediri kehidupannya banyak cobaannya dan akhirnya berpisah.

“Saya tahu mitos itu. Antara percaya dan tidak percaya, dulu tetangga saya ada yang mengalami dan sekarang sudah berpisah, ya mungkin tidak berjodoh saja,” aku Siswoyo.

Hal yang sama juga diakui Zulkifli Zakaria yang menyebut banyak yang tidak percaya mitos itu dan kini memiliki istri atau suami warga Kediri. Zulkifli menuturkan, salah satu tetangganya juga ada yang beristrikan orang Kediri dan masih langgeng hingga kini.

“Banyak yang menganggap mitos. Buktinya tetangga saya hingga kini sudah lebih puluhan tahun berumah tangga ya tetap langgeng,” ujar Kifli.

Umi Maftuha orang asli Lamongan dan Suaminya Ryan Aldi prambudi asal Kediri adalah pasangan yang baru sebulan merayakan pernikahan. Mereka mengetahui mitos tersebut sebelum mereka menikah. “Iya emang ada mas mitos begitu, suamiku pernah cerita, kalau mau nikah yang melamar memang harus yang cewek,” kata Umi.

Sekarang banyak orang Kediri menikah dengan orang Lamongan, dan sampai sekarang baik-baik saja. “Semua kan tergantung dan kembali lagi ke masing masing orang, mau percaya apa tidaknya,”ujar Umi warga Lamongan.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh