SUMENEP, FaktualNews.co – Setiap bulan Ramadan tiba, salah satu aktivitas yang familiar sering kita dengar adalah istilah mengabuburit. Lazimnya, kegiatan mengabuburit dilakukan sore hari seraya menunggu waktu berbuka.
Mengabuburit pada dasarnya dipahami sebagai menghabiskan waktu senggang sembari menunggu waktu berbuka puasa tiba.
Di Indonesia, kegiatan yang dilakukan sambil menunggu berbuka puasa ini hanya ada di bulan Ramadan. Istilah mengabuburit dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) versi daring menyebut kata itu berasal dari bahasa Sunda. Artinya, menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada bulan Ramadan.
Bagi orang Madura, Sumenep khususnya menyebut waktu menunggu berbuka puasa di bulan Ramadan dengan istilah Nyare Malem, yang secara literal berarti mencari malam.
Memang terdengar unik, apakah malam pernah hilang sehingga perlu dicari? Kenapa bukan ‘Ngatos Malem’, misalnya, yang artinya menunggu malam. Tapi, bukankah tidak ada benar-salah dalam bahasa, yang ada hanya diterima atau tidak diterima? Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipahami oleh penuturnya.
Konon, istilah Nyare Malem ini tidak merujuk pada 1-2 jam menjelang waktu berbuka saja, tapi seluruh hari hingga adzan Magrib. Menghabiskan sepanjang hari dengan berdiam atau menunggu bedug Magrib tentu menjemukan. Maka, dicarilah malam itu dengan melakukan berbagai kegiatan, supaya kejemuan teralihkan. Salah satunya tentu tadarus Al-Quran, mencari takjil, maupun nongkrong santai di tempat favorit.
Di Sumenep sendiri, ada beberapa tempat favorit muda-mudi untuk nyare malem, seperti di jantung kota yakni taman bunga, termasuk tempat-tempat wisata seperti goa Sukarno bagi masyarakat Pasongsongan dan sekitarnya.
Wisata Kirmata di Saronggi, dan beberapa tempat wisata lainnya, termasuk sejumlah dermaga seperti pelabuhan Cangkarman Bluto, menjadi tempat yang digemari anak muda menunggu adzan tiba. Bahkan yang tak kalah favorit sebenarnya, di simpang empat maupun simpang tiga jalan terdekat dari rumah.
“Kalau saya sih biasanya jalan jalan mas, sambil cari takjil. Tapi itu tahun lalu, karena saat ini ada wabah Covid-19, lebih baik di rumah aja lah biar lebih aman, biasanya setelah beli takjil langsung pulang,” tutur Dinar Warga Kecamatan Bluto, Senin (27/4/2020).
Tempat favorit menunggu bedug, di dermaga pelabuhan Cangkarman Bluto, selain bisa menikmati udara sejuk, menyaksikan matahari terbenam di ufuk barat bisa menjadi sarana sebelum membatalkan puasa.
“Di dermaga Cangkarman bagus pemandangannya, bisa sambil menyaksikan sunset, tapi tetap wajib pakai masker dong kalau keluar rumah, menjaga jarak dengan orang lain, termasuk cuci tangah bahkan mandi setelah sampai di rumah,” tuturnya.
Lain lagi di seputaran kota, tutur Dinda, warga Parsanga kepada media ini, banyak tempat yang menjajakan tersedia makanan ringan yang rasanya manis atau gurih sebagai pembuka puasa, seperti yang ada di Jalan KH. Abdullah Sajad, Bangselok, Sumenep.
Sejumlah pedagang dadakan berjualan takjil meski jumlahnya tak sebanyak tahun lalu sebelum ada pandemi Covid-19. Dari yang rasanya manis hingga gurih dan aneka olahan ikan juga tersedia. Takjil khas Sumenep, diantaranya, Kue Donat, Kue Lopes, Kolak Pattola, dan sejumlah kue lainnya.
“Saya menyediakan kue untuk buka puasa sedikit saja. Sekarang kan dibatasi karena Covid-19, harus jaga diri dan tetap menggunakan masker, biar aman dan juga tetap ada pemasukan,” kata salah seorang pedagang, Ani, Senin (27/4/2020).
Di tengah pandemi Covid-19 ini, berdiam diri di rumah (stay at home) menjadi satu satunya cara terbaik melindungi diri dan keluarga sambil menunggu buka puasa tiba. Namun segala sesuatu yg berkenaan dengan aktivitas luar rumah, hendaknya benar benar menjaga jarak (Phsycal Distancing) satu sama lainnya, pastikan menggunakan masker, hal itu dilakukan semata untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit tersebut.
Selain itu, penjaga pola hidup sehat dengan rajin berolah raga, mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, merupakan cara menjaga imunitas tubuh dari paparan virus corona atau Covid-19.
Hal itu, selaras dengan imbauan Bupati Sumenep, A. Busyro Karim, yang disampaikan kepada masyarakat ujung timur pulau madura pasca empat warganya terkonfirmasi positif terpapar Virus Corona atau Covid-19, pada awal puasa lalu.
“Ada 4 warga kita yang sudah positif corona setelah mengikuti pelatihan haji di Surabaya, untuk itu saya mengimbau agar lebih waspada, tetap tenang, jangan panik. Jaga kesehatan diri dan keluarga, jaga lingkungan, kemana mana gunakan masker, rajin cuci tangan, jaga jarak, serta menjaga kebugaran tubuh,” terang Bupati Sumenep, A. Busyro Karim. Sabtu (25/4/2020) malam.
Karena saat ini bulan suci ramadan, warga Sumenep pun diminta untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, dengan melaksanakan sholat tarawih di rumah saja bersama keluarga.
“Social Distancing (jaga jarak) harus benar benar kita perhatikan, karena situasinya ramadan, saya lebih setuju jika bertarawih di rumah saja, bersama keluarga. Jika ada yang terpaksa tarawih di tempat umum, maka harus betul betul menjaga jarak satu sama lain, karena kita ingin memotong penyebaran virus ini,” imbaunya serius.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, lanjut suami Nurfitriana ini, penduduk kota keris diminta memanfaatkan jasa jual beli online.
“Jika bisa beli online, ayo beli secara online saja, sejumlah barang di pasar Anom pun saat ini sudah bisa dipesan secara online, sudah kami siapkan agar masyarakat tidak berbondong-bondong ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari hari,” sebutnya.
Yang terpenting dari semua itu, kata mantan ketua DPRD Sumenep ini, adalah berdoa agar wabah pandemi ini segera berlalu dan kondisi kembali seperti sedia kala. “Yang terpenting adalah berdoa, mudah mudahan kita dibebaskan dari virus corona ini,” tandasnya.