Jelang New Normal
Istri Tentara di Jombang Ini Jadi Perajin Face Shield Dadakan yang Laris Manis
JOMBANG, FaktualNews.co-Dwi Rahmawati, anggota Persatuan Istri Tentara (Persit) Detasemen Intelijen Kodam V/Brawijaya (Deninteldam) punya perhatian khusus terhadap kesehatan anak-anak Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ), di tengah pandemi corona.
Selain itu, warga Dusun Bakalan, Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro juga pintar menangkap peluang bisnis baru bagi seorang ibu rumah tangga seperti dirinya.
Mendapat kabar TPQ segera mau diaktifkan, Dwi mencoba menjadi perajin face shield (pelindung wajah) dadakan.
Dia lantas menawarkan Face Shield ke pengurus TPQ dengan harga terjangkau.
Usaha ekonomi kreatif ini bisa membantu TPQ dalam menghadapi new normal. Istri dari Abdul Manan ini tak butuh waktu lama untuk membuat pelindung wajah ini. Hanya sekitar 10-15 menit.
Kini dalam waktu belum satu bulan sudah menerima pesananya ratusan face shield. Harganya cukup terjangkau, Rp 15 ribu untuk anak-anak dan Rp 20 ribu untuk dewasa.
“Kalau pesanan banyak, seperti TPQ Muksin 250 buah, TPQ Raudotus Shofiyah 20 biji dan TPQ Baitul Makmur Sidoarjo 210, beda lagi harganya. Cukup Rp 13 ribu untuk anak dan dewasa Rp 18 ribu,” jelasnya, Rabu (24/6/2020).
Perempuan usia 38 tahun ini menceritakan, awal mula dirinya pembuat face shield ini sebenarnya hanya coba-coba. Bermula dirinya menerima informasi anak-anak sekolah, TPQ akan mulai masuk sekolah pada awal Juni 2020.
Sebagai orang tua, dia merasa khawatir akan kesehatan anaknya pada masa pandemi Covid-19 ini.
Hal ini karena dia melihat kebiasaan anak-anak di sekolah yang masih suka berkerumun, tidak nyaman jika memakai masker dan sering dilepas karena suka jajan. Sehingga timbulah inisiatif membuat face shield.
Atas dasar pemikiran tersebut, Dwi Rahmawati mulai belajar tutorial membuat Face Shield dari Youtube.
Setelah jadi, ia coba posting di sosial media (grup Whatsapp). Di luar dugaan banyak yang tertarik dan mulai ada yang memesan baik satuan maupun dalam jumlah yang agak banyak.
“Untuk sementara hanya pada kalangan teman-teman yang kebetulan menjadi tenaga pengajar baik di TK maupun TPQ,” ujar Dwi.
Dwi menjelaskan, bahan bahan yang dibutuhkan untuk membuat face shield adalah plastik mika rigid ukuran 0.40 / 0.30 mm dan plastik jenis fiber.
Ditambah busa 1 cm, matras 4 mm, karet elastis, paku keling dan kancing plastik (untuk jaket).
Agar lebih indah, Dwi memberikan stiker nama sekolah dan nama pemilik. Alat pendukung yaitu gunting, penggaris, tang pelubang, pemasang kancing, martil, Solder dan lem tembak.
“Modal awal puluhan ribu, setelah ada pesanan dari TPQ baru naik jadi jutaan rupiah,” ujarnya.
Dalam proses pembuatan Face Shield, Dwi mengerjakan sendiri di rumah. Suaminya akan ikut terlibat jika sedang tidak ada kegiatan, dan pesanan melimpah.
Untuk pengerjaan pesanan jumlah lumayan banyak, dia dibantu saudara dan keponakan, termasuk dalam hal pemasaran. Sehari, Dwi bisa membuat sekitar 50-100 buah Face Shield.
Ada dua model yang ia buat, pertama biasa dan kedua bisa buka tutup.
“Kemarin pesanan banyak dari TPQ maka minta bantuan suami hingga larut malam. Mumpung suami di rumah juga,” beber Dwi.
Abdul Manan menjelaskan, kendala yang dihadapi saat ini adalah pada ketersediaan bahan baku terutama plastik mika ukuran 0.30 mm dan 0.40 mm.
Bahan baku ini seakan kompak hilang di pasaran, sehingga berdampak pada ditundanya orderan.
“Saya sampai ke Surabaya, Mojokerto dan daerah lainnya mencari bahan baku,” paparnya.
Manan lalu menjelaskan, banyak juga penjual toko yang heran larisnya bahan baku untuk pelindung wajah ini. Ia juga selalu mendukung usaha kreatif sang istri.
“Kita mau beli bahan baku saja harus pesan jauh-jauh hari dengan sistem pembayaran di muka, minimal dengan uang muka,” tandasnya.