Didakwa Korupsi Tanah Kas Desa
Oknum Lurah di Pamekasan dan Guru PNS di Sampang Diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya
SIDOARJO, FaktualNews.co – Abdul Aziz, Lurah Kolpajung, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan dan Mahmud, warga Kelurahan Kolpajung yang juga guru PNS di SDN Tambak 1 Omben, Kabupaten Sampang mulai diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo.
Keduanya didakwa melakukan korupsi Tanah Kas Desa (TKD) yang berlokasi di lingkungan Bata-bata, Kelurahan Kolpajung seluas 2.181 meter persegi menjadi milik pribadi.
Lahan yang saat ini sudah terbit sertifikat atas nama terdakwa pada tahun 2015 itu merupakan bagian dari lahan seluas 5.750 meter persegi tanah percaton (TKD) Kolpajung.
Dalam surat dakwaan diungkapkan bahwa tanah tersebut awalnya aset Desa Kolpajung. Namun pada sekitar 1980 terjadi peralihan administrasi dari desa menjadi kelurahan.
“Sehingga aset tersebut masih tetap dan beralih menjadi aset kelurahan dan semua sudah tercatat dalam buku aset,” ucap salah satu JPU Kejari Pamekasan ketika membacakan surat dakwaan yang didengarkan terdakwa via teleconfrence di Lapas Pamekasan.
Dalam perjalanan waktu sebagian tanah tersebut disewa oleh terdakwa Mahmud pada sekitar tahun 2000 silam digarap untuk lahan pertanian. “Akad terdakwa dengan Kelurahan Kolpajung adalah menyewa,” ulas JPU.
Namun, dalam perjalanan waktu pada 2003 sebagian lahan yang disewa itu diajukan kepada Muari, pejabat lurah saat itu untuk dijadikan hak milik terdakwa.
“Namun itu ditolak oleh saksi Muari karena tanah itu merupakan tanah percaton (TKD),” ungkap JPU.
Meski begitu, pada tahun 2015 terdwa Mahmud mengajukan kepada Abdul Aziz, Lurah yang saat ini juga menjadi terdakwa bersama-sama Mahmud. Pengajuan itu disetujui meskipun riwayat tanah yang diajukan pemohon tidak jelas dan tidak tercatat dalam buku leter C.
Kini, sebagian objek tanah TKD itu sudah terbit atas nama Mahmud meskipun pelepasan lahan itu dinilai tidak prosedur. Atas perbuatan tersebut kedua terdakwa didakwa melakukan korupsi karena telah mengalihkan TKD menjadi hak milik pribadi. JPU mendakwa keduanya telah merugikan negara Rp 1,014 miliar dari nilai objek tanah tersebut.
Keduanya didakwa melanggar pasal 2 ayat 1, Jo pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan atau pasal 3, Jo pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Serta didakwa melanggar pasal 9 Undang-undang tentang Pemberantasna Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atas dakwaan tersebut, keduanya mengajukan eksepsi. “Kamu ajukan eksepsi atas dakwaan tersebut,” ucap Rizal Haliman, Ketua Tim Penasehat Hukum kedua terdakwa kepada FaktualNews.co, Selasa (12/8/2020).
Rizal menilai seharusnya itu masih ada unsur sengketa pertanahan. Sebab, kliennya sudah memiliki sertifikat resmi yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) secara resmi. “Hak kepemilikan itu dilindungi oleh negara,” klaimnya.
Seharusnya, lanjut dia, perkara tersebut tidak bisa dibawa ke Pengadilan Tipikor, melainkan ke PTUN karena sertifikat tersebut belum pernah dibatalkan. “Ini sengketa pertanahan, kompetensinya PTUN bukan Pengadilan Tipikor,” jelasnya.