SIDOARJO, FaktualNews.co – Bupati Sidoarjo nonaktif Saiful Ilah tak kuat menahan air mata hingga sesenggukan saat menyampaikan langsung 8 poin pembelaannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (21/9/2020) malam.
Sebanyak 8 poin pembelaan itu membantah tudingan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terkait suap dari rekanan Ibnu Gopur yang dialamatkan kepadanya hingga menyerang pribadinya.
“Semoga apa yang nantinya saya sampaikan bisa menjadi penilaian tersendiri di luar penilaian secara hukum bagi yang mulia majelis Hakim.
Ada 8 hal yang akan saya sampaikan dalam persidangan kali ini,” ucap Saiful mengawali pembelaan.
Pertama, sebut dia, mengenai tuduhan JPU KPK kepada dirinya terkait tukang minta-minta uang kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
“Apakah Jaksa punya bukti? itu suatu bentuk pembelaan saya dari dalam diri saya pertama kali,” ucapnya.
Ia menyatakan dari persidangan yang sudah diikuti dan saksi-saksi dihadirkan tidak ada satupun yang menyatakan jika saya tukang minta-minta.
“Kecuali saksi Sunarti dan Sangadji yang dia juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama. Padahal saya tidak pernah menerima uang dari OPD kecuali uang honor. OPD selain 3 orang tersebut menyatakan bahwa Bupati Sidoarjo tidak pernah minta-minta uang baik kepada OPD, pengusaha, dan organisasi masyarakat dengan bukti terlampir,” jelasnya.
Kedua, lanjut Saiful, terkait OTT KPK pada tanggal 7 Januari 2020 sila. Ia tidak pernah menyangka jika akhirnya akan seperti ini. Sebab, ketika itu dirinya tidak tahu jika KPK akan menangkap dan membawa saya sampai ke persidangan ini.
“Waktu itu KPK datang tiba-tiba dengan menunjukkan kartu dan mengatakan ‘saya KPK, mana uangnya?”,” ingatnya ketika pertama kali tangkap KPK. Saiful mengaku ketika itu bingung hingga kaget karena KPK datang langsung menanyakan masalah uang.
Padahal, sambung dia, saat itu banyak saksi, yaitu 3 orang dari manajemen media (memorandum) dan OPD lain bersamanya di dalam ruangan. “Pada saat itu yang ada hanya kebingungan, malu sambil berusaha menenangkan diri,” jelasnya.
Saiful mengakui jika saat itu rekanan Ibnu Ghopur sempat menghadap dan hanya bicara 5 menit menyampaikan menitipkan tas hitam berisi uang ke Budiman, Kasubag Protokol dan menyampaikan membayar hutang hadiah umroh Rp 50 juta.
“Itu saya tolak, jangan, saya sudah membayar dengan uang saya sendiri,” akunya. Kemudian Ibnu Gopur bilang ada tambahan Rp 300 juta sebagai ucapan terima kasih atas proyek yang didapatkan.
“Saya tanya kepada Pak Ghofur lho kok banyak tambahannya, untuk apa? Dijawab Pak Ghofur: Deltras kan banyak butuh biaya pak. Kemudian saya jawab: ya serahkan langsung ke Deltras saja. Saya tidak pernah mengucapkan terima kasih lalu setelah itu Pak Ghofur langsung pulang,” akunya.
“Yang mulia bisa anda bayangkan, saya tidak pernah terima uang dan ditanya masalah uang, diinterogasi masalah uang yang pada saat itu banyak tamu dan staf saya. Sampai saya dibawa ke Polda Jatim sekitar jam 02.00 tanggal 8 Januari 2020,” katanya dengan nada bergetar.
“Saya ditanya penyelidik rincian uangnya ? Saya jawab tidak tahu karena saya tidak menerima uangnya, kemudian baru ditunjukan uang tersebut di dalam tas hitam, di dalamnya terisi uang tersebut,” tutur Saiful Ilah yang juga mengaku tidak pernah meminta maupun memerintahkan kepada ajudan mengambil pemberian itu.
Ketiga, Saiful juga membantah tuntutan JPU KPK telah mengecewakan masyarakat Sidoarjo. Saiful tersenyum mendengar tuntutan itu, justru ia mempertanyakan apakah KPK punya data orang yang menangis karena perbuatan saya. Ia justru punya data membantah tuntutan JPU KPK telah mengecewakan masyarakat Sidoarjo atau tidak.
“Saya sudah punya data yang akan saya lampirkan dalam pembelaan ini jika saya tidak mengecewakan masyarakat Sidoarjo,” akunya. Terbukti, sambung dia, ia terpilih dan dipilih oleh masyarakat sidoarjo sebagai wakil bupati 2 periode dan Bupati 2 Periode, dan juga terbukti dengan prestasi selama saya menjabat Bupati dari 2010 sampai 2019.
“Selain itu saya rela mengeluarkan uang pribadi saya hanya untuk masyarakat sidoarjo agar tetap mempunyai club Deltras kebanggaannya. Bagaimana tidak, saya bantu itu club deltras, “orang sidoarjo ngertinya Deltras itu milik Pemda,” klaimnya.
Keempat, ia juga membantah terkait tuntutan JPU KPK jika dirinya tidak blaka suta (apa adanya) dalam persidangan. Ia mengaku sejak awal sudah konsisten dengan ucapannya. Bahkan ucapan blaka suta JPU KPK itu mengingatkannya dengan buku yang ia punya.
“Saya sempat lupa, Tapi setelah jaksa mengatakan itu, saya langsung ingat istilah blaka suta adalah karakter dari sosok yang dekat dengan masyarakat (blater), sederhana, suka bicara apa adanya, blak-blakan. Lalu apa yang dikatakan jaksa, bahwa saya tidak blaka suta itu tidak benar (salah). Dalam pikiran saya masak saya harus membenarkan pertanyaannya jaksa, baru saya bisa dikatakan blaka suta?” akunya.
Kelima, Saiful membantah JPU menganggap Ibnu Gofur merupakan orang dekatnya. Ia mengaku jika sebagai seorang pemimpin dirinya dekat dengan semua orang, bukan hanya Ibnu Gopur saja. Sebab, setiap mendapat keluhan siapapun, ia selalu berusaha mencari tahu, mencarikan solusi, agar semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Seorang Pemimpin itu harus mengayomi. Bukan diam dan tidak merespon apa yang terjadi. Sebagai contoh keluhan Gofur dengan adanya sanggahan. Apakah itu melanggar jika saya menghubungkan dengan Pak Sekda? Atau dengan pejabatnya langsung Pak Yudi? Siapa yang bisa menjawab? Yang bisa menjawab adalah pejabat yang menjalaninya langsung,” sebutnya.
Saiful juga menyampaikan pada poin 6 atas tuntutan JPU KPK yang menyatakan dirinya tidak kooperatif dan berbelit-belit. Menurut Saiful sejak awal persidangan semua yang disampaikan dalam persidangan ini tidak pernah berubah.
“Saya selalu konsisten. Pak Jaksa tanya saya terima uang dari Sanadji, Sunarti, Gofur? jawab saya tidak. Tanya lagi apakah pernah menghubungi judi? saya jawab pernah. Kenapa saya dikatakan berbelit-belit dan tidak kooperatif? apa salah saya?,” ungkapnya.
Saiful justru mempertanyakan, apakah jika tidak membenarkan pertanyaan JPU lantas bisa disimpulkan orang yang tidak kooperatif dan berbelit-belit. “Saya tidak akan bicara tentang hal yang tidak saya lakukan, Hal itu tidak akan saya tanggapi, karena setiap orang punya penilaian atau persepsi sendiri,” akunya.
Sementara pada poin ketujuh Saiful sempat tersengguk-sengguk menyampaikan pembelaan. Pada poin ini Saiful menyampaikan jika selama hampir 20 tahun mengabdi menjadi wakil Bupati 2 periode dan Bupati 2 priode yang sangatlah tidak gampang menjalaninya. Apalagi, ia berharap di akhir jabatan ini, berakhir dengan husnul khothimah (berakhir dengan baik).
“Yang mulia majelis hakim yang saya hormati, amanah itu berat, di dalam amanah yang dititipkan kepada kita pasti ada ujiannya, mungkin ini ujian dari amanah yang saya harus terima,” akunya.
Sementara pada poin kedelapan ia menyayangkan JPU KPK yang menyampaikan becik ketitik olo ketoro (kebaikan kelihatan, kejelekan ketahuan).
Menurut Saiful, perkataan itu seolah JPU sudah merasa paling benar dengan pendapatnya. “Dan saya adalah orang yang pasti salah, yang sedang ditunggu keburukannya muncul,” akunya.
Selain itu, Saiful juga menyayangkan berkali-kali JPU menyerang pribadinya. Ia juga bingung maksud tujuannya. “Apakah saya harus membalas? Saya jawab tidak. karena ini bukan ajang perebutan kekuasaan yang berusaha membunuh karakter dengan menyerang pribadi,” jelasnya.
Sementara dalam pembelaan yang disampaikan, Saiful juga menyampaikan kinerja yang maksimal, bahkan berbagai penghargaan telah diraihnya diantaranya respon positif dari KPK terkait masalah perizinan.
Waktu itu KPK yang turun sendiri memeriksa terkait perizinan di Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 KPK datang ke Sidoarjo untuk meninjau, pada saat itu yang ijin kepadanya untuk melakukan peninjauan, kalau tidak salah namanya Pak Choki.
“Dari 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia, yang mencontoh 122 kabupaten/kota se-Indonesia,” sebutnya. Selain itu, ia juga menyebut juga mendapat penghargaan dari Mendagri Cahyo kumolo terkait kinerja terbaik nomer 1 nilai tertinggi. Kemudian laporan keuangan Pemda mendapat WTP dari BPK sebanyak 7 kali berturut-turut dan prestasi lainnya.
“Akhir kata mohon kepada yang mulia Majelis Hakim agar supaya membebaskan saya dari tuntutan jaksa yang sangat berat buat saya. Karena saya tidak kuat harus menjalani tuntutan selama 4 tahun itu. Umur saya sudah 71 tahun, bukan 70 tahun seperti yang dikatakan jaksa, Saya ingin bersama keluarga, anak dan cucu saya dimasa tua ini,” harapnya memungkasi pembelaan yang disampaikan.