FaktualNews.co – Labilnya kondisi psikologis anak, ditambah lagi kebosanan saat mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Membuat anak rentan terpengaruh untuk ikut aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, karena demo dianggap sebagai tempat pelarian menghilangkan rasa bosan.
Ini disampaikan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), di Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra, seperti dikutip FaktualNews.co dari Medcom.id, Rabu (14/10/2020).
Jasra menyebut, psikologis anak yang akrab dengan gadget serta produk-produk ekspresi politik masuk ke gadget mereka. Menyebabkan anak atau pelajar mengkonsumsi ekspresi politik hari ini.
“Dan situasi pembatasan menyebabkan mereka terpanggil untuk datang,” kata Jasra
Dengan banjirnya informasi itu pada gadget mereka, menjadikan anak semakin terpancing. Pemahaman yang masih minim dan emosional tidak stabil semakin membuat anak terpanggil untuk mengikuti aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
“Mereka khawatir aturan ini mengancam pada mereka dan orang tua. Dengan informasi yang sangat terbatas diterimanya, namun karena ramai di akun dan medsos (media sosial) mereka, menyebabkan mereka sampai di sini (lokasi demo),” lanjut dia.
Yang disayangkan, kata Jasra, anak-anak akhirnya menjadi martir kekerasan di lokasi demo. Inilah yang harus disadari para penyelenggara demonstrasi.
Kecenderungn demonstrasi rusuh yang melibatkan anak-anak harus menjadi perhatian bersama. Sebab, tak sedikit akhirnya anak-anak yang ditangkap oleh aparat keamanan.
“Padahal kita tahu anak-anak hadir di aksi dan terus menjadi hal yang semakin buruk dari dampak ajakan orang dewasa,” ujar Jasra.
Untuk itu KPAI akan segera melaksanakan Sidang Pleno dengan memanggil pejabat lintas Kementerian dan Lembaga, OKP Pelajar berbasis agama, Ormas dan Forum Anak Nasional dalam urun rembug situasi unjuk rasa yang melibatkan anak anak ini. Hingga meminta orang tua untuk lebih aktif mengawasi anak mereka.