Gaya Hidup

Kisah Mantan Tukang Sapu yang Kini Jadi Kepala Bappeda Sidoarjo

SIDOARJO, FaktualNews.co – Roda kehidupan berputar. Itu realita yang benar-benar dirasakan oleh Heri Soesanto, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Sidoarjo.

Perputaran roda itu sangat dia rasakan ketika mengingat bagaimana dulu –sebelum dia diangkat sebagai PNS– pernah mendah menjadi tukang sapu dan menjadi cemoohan karena dianggap sebagai orang tak berpendidikan.

Dan roda kehidupan memang benar-benar berputar. Saat ini pria kelahiran Ponorogo itu bergelar doktor dan duduk di eselon 2 di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo. Terhitung sejak 21 November 2019 hingga sekarang, dia menjadi Kepala Bappeda Kabupaten Sidoarjo.

Ditemui saat senggang Heri Soesanto menceritakan, dia merupakan putra kesembilan dari sepuluh bersaudara pasangan almarhum Soehoed dan Hj Suwarni. Dia memulai kariernya benar-benar dari bawah, yakni menjadi tukang sapu di Gedung Wanita Sidoarjo yang saat menjadi komplek Hotel Delta Sinar Mayang.

“Dulu saya tenaga honorer, masuk tahun 1988,” ucapnya ketika berbincang dengan wartawan FaktualNews.co, Minggu (21/2/2021).

Heri mengisahkan dirinya harus berpisah dari kedua orang tua dan saudaranya untuk merantau dari Kabupaten Ponorogo ke Sidoarjo pada tahun 1984.

“Saat di Sidoarjo saya ikut famili,” kisahnya yang mengaku saat itu hanya berbekal ijazah SMP dan sepasang baju yang dipakainya.

Heri lalu melanjutkan pendidikan SMA. “Saya dibiayai famili di sini,” kenangnya. Selepas lulus, Ia berusaha tak merepotkan familinya itu.

Heri lalu bekerja sebagai sales obat. Namun, karena waktunya banyak tersita dijalanan karena harus mondar-mandir kirim obat ke luar kota. Ia lalu keluar dan bekerja di Gedung Wanita dengan modal ijazah SMA.

Bekerja sebagai tukang sapu terus ditekuni, meskipun penghasilan dari pekerjaan itu tak seberapa. Jangankan dibuat biaya kuliah, dibuat untuk makan masih tak cukup.

Meski penghasilannya sedikit, Heri tetap bersabar dan bersyukur. Ia tetap menekuni pekerjaan tukang sapu di Gedung Wanita Sidoarjo yang saat itu di bawah UPT Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sidoarjo.

Namun disisi lain, agar tetap mendapat penghasilan lain dan bisa menabung, Heri pun harus memutar otak. Ia kemudian nyambi bekerja menawarkan jasa membersihkan kotoran kuda kepada para kusir yang mangkal di area Gedung Wanita.

“Dulu di situ, setiap pagi banyak dokar yang mangkal untuk mencari pedagang dan pembeli untuk diantar dari pasar ke rumah dan sebaliknya. Saya tawarkan jasa bersih-bersih itu, alhamdulillah banyak yang mau. Setiap pagi saya lakukan sebelum bekerja bersih-bersih Gedung Wanita Sidoarjo,” kenang bapak tiga anak itu.

Selain menjadi tukang sapu dan menawarkan jasa bersih-bersih kotoran kuda, Heri yang masih muda saat itu tak mau bermalas-malasan. Pada malam hari, ia juga penjaga komplek GOR Sidoarjo.

Gedung Wanita Sidoarjo dan GOR Sidoarjo saat itu merupakan di bawah UPT Dispenda Sidoarjo mulai mengantarkan Heri mengenal banyak pegawai dan pimpinan Dispenda Sidoarjo saat itu.

Selain itu, Heri yang memiliki bakat memijat badan capek-capek itu juga sering disuruh pegawai maupun pejabat Dispenda.

“Alhamdulillah saat di Ponorogo dulu saya ikut silat dan diajari juga ilmu pijat, lalu saya kembangkan,” akunya yang saat itu diminta untuk menjadi SAR karena dia juga piawai berenang.

Selama 3 tahun pekerjaan honor tukang sapu dan penjaga GOR di UPT Dispenda Sidoarjo hingga disuruh tukang pijat dan nyambi tukang bersih-bersih kotoran kuda yang ditekuninya tak ada yang sia-sia. Memang benar, jika ada kemauan pasti ada jalan.

Pekerjaan yang digeluti itu membuahkan hasil. Pada awal tahun 1991, Heri diangkat menjadi PNS Pemkab Sidoarjo menjadi staf umum di Dispenda.

“Pada saat itu pengangkatan PNS masih mudah. Banyak pegawai yang pensiun, sehingga honor diangkat,” ungkapnya.

Menjadi PNS justru tidak membuat Heri bermalas-malasan. Ia semakin banyak belajar terutama urusan administrasi.

Di sisi lain, ia sudah piawai dalam urusan mengetik dengan mesin ketik. Kepiawaiannya mengetik ini didapatkannya belajar otodidak saat jaga malam di GOR.


Baca artikel inspiratif lainnya:


“Saat jaga malam waktu honor itu saya sering dihantui. Mesin ketik sering bunyi sendiri. Lha dari pada saya ditakuti, saya pakai belajar untuk ngetik. Saya salin berita dari koran, lama-lama lancar juga,” akunya.

Dari Makian Gara-gara Salah Tulis, Karier Terus Naik Hingga Bergelar Doktor Hukum

Pada tahun 1989, dua tahun sebelum diangkat menjadi PNS di Dispenda Sidoarjo, Heri punya kenangan pahit hanya gara-gara salah tulis nominal di kwitansi sebagai bukti pembayaran anak-anak yang membantu memungut bola di pertandingan tenis.

Heri mengenang nominal yang diminta untuk dituliskan itu sebesar Rp 250 ribu oleh pengguna lapangan tenis di komplek GOR Sidoarjo. Namun dalam benaknya yang ditulis nominalnya saja, tidak menyebutkan rupiah.

“Pikir saya tidak ada persoalan, tapi saya dimaki habis-habisan gara-gara tidak menulis rupiah,” ungkapnya.

Ia mengingat betul salah satu kalimat hujatan yang disampaikan. ”Makane sekolah ben iso nulis (makanya sekolah biar bisa nulis),” ujar Heri mengulang kata-kata pedas yang dilontarkan waktu itu.

Makian tersebut spontan membuatnya tersinggung. Ia tidak mau melawan dan hanya diam atas makian orang tersebut. Namun, berkat makian tersebut ia tidak menaruh dendam kepada orangnya.

Justru, ia berterima kasih karena makian hingga saat ini masih membekas di benaknya, menjadi motivasinya untuk terus belajar menimba ilmu.

Tentu saja, ketika Heri berdinas staf umum di Dispenda penghasilannya mulai bertambah. Heri mulai memberanikan kuliah di Universitas Jenggala, Sidoarjo dengan biaya sendiri dari menyisihkan sebagian gaji dan tabungan yang saat itu disimpannya.

Bahkan ia juga berjualan ayam Arab untuk menopang biaya kuliah dan hidup. Jika dulu sebagai penjual, kini sebagai distributor. Heri mengaku memilih studi hukum karena ingin melek hukum. Ia lulus kuliah strata satu (S1) tahun 1995.

Dua tahun setelah lulus kuliah, perjalanan karier Heri sebagai PNS secara perlahan mulai mendapat posisi. Heri yang sebelumnya di Dispenda akhirnya pindah ke Bagian Organisasi selama tiga tahun, sejak 1997-2000.

Ketika berada di tempat tersebut, ia mendapat biaya gratis dari pemda untuk sekolah di STIKOM Surabaya. Selain mengerti hukum, Heri pun mengenal ITE. Sejak itu, ia membranding kesiapan SDM (sumber daya manusia) untuk pembentukan kantor pengelolaan data elektronik (KPDE).

Usai di Bagian Organisasi, Heri yang memiliki latar belakang sarjana hukum (SH) akhirnya pindah ke Bagian Hukum dengan posisi di bantuan hukum (bankum). Ia dipercaya untuk beracara di pengadilan setiap ada perkara yang berkaitan dengan Pemkab Sidoarjo.

Berada di Bagian Hukum bukan menjadikan Heri malas. Ia justru mengkolaborasikan hukum dengan IT yang pada akhirnya menginisiasi inovasi tampilan dokumentasi Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH) di Pemkab Sidoarjo.

“Itu sangat penting sebagai sarana sosialisasi produk-produk hukum. Saat itu saya yang upload produk-produk hukum, karena itu kewajiban pemerintah,” ujar dia yang menduduki posisi tersebut selama tiga tahun, sejak 2001-2003.

Meski sudah mendapat tempat di hukum, namun Heri merasa ilmunya tentang hukum masih sedikit. Ia pun kembali ke bangku kuliah menempuh program magister hukum di Universitas Bhayangkara, Surabaya.

Setelah lulus dan mendapat gelar Magister Hukum (MH), dia dipercaya mengajar di almamaternya, mengajar studi hukum keuangan. “Alhamdulillah semua itu Allah yang mengatur,” akunya.

Sementara karier di lingkungan pemerintah kabupaten (Pemkab) Sidoarjo terus meningkat. Heri dipercaya menduduki jabatan Kasubag Hukum dan Humas di Sekretariat KPUD Sidoarjo. Jabatan itu diemban sejak 2004-2006.

“Saat itu pertama kali kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Tugas saat itu cukup berat karena harus meningkatkan partisipasi masyarakat,” akunya yang akhirnya membuat inovasi menerbitkan media ‘Gema Demokrasi’ agar partisipasi masyarakat naik.

Selepas jabatan itu, Heri kembali ditugaskan di bagian hukum. Jika dulu sebagai pengacara pemda, kali ini ia kembali dengan menduduki jabatan diantaranya Kasub Kajian dan Dokumentasi Hukum, Kasubag Bankum.

Baru pada tahun tahun 2012 Heri dipromosikan dan diangkat menjadi Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setda Sidoarjo. Berada di posisi tersebut justru semakin memacunya untuk kembali duduk di bangku kuliah yang lebih tinggi.

Ia memutuskan kuliah program doktoral di Universitas Brawijaya (UB), Malang. Jurusan yang diambilnya tetap di bidang hukum. Heri lulus dengan predikat cumlaude dari Universitas Brawijaya, Malang. Indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya 3,93.

Perlahan tapi pasti. Siapa sangka jika dulu sebagai tukang satu namun kini sudah bergelar doktoral bidang hukum. Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil. Karier di pemerintahan merangkak naik.

Pada tahun 2018, Heri menduduki jabatan Asisten Tata Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Sidoarjo (Asisten 1). Saat menduduki jabatan tersebut, Heri mendapat kesempatan diklatpim II dan menjadi lulusan terbaik ke-3 setelah mengusung inovasi “Sistem Pemadanan Data (Simpada)”.

Meski demikian, Heri selalu bersyukur bahwa apa yang telah dijalani hingga saat ini. Ia meyakini semua itu atas kehendak Allah SWT. Begitupun, aku dia, atas jabatan yang dipegangnya. Menurut dia, jabatan adalah amanah yang harus dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

Ia mengaku tidak pernah membayangkan jabatan yang saat ini diembannya itu. “Semua itu amanah mas. Saya menikmati dan laksanakan dengan tanggungjawab setiap tugas yang diamanahkan. Saya mengalir saja dan tetap menciptakan inovasi untuk kemaslahatan orang banyak,” pungkas suami Wahyuni itu.