Polda Jatim Bekuk Bandar Sabu-sabu Bersenjata Api Asal Jombang
SURABAYA, FaktualNews.co – Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) membekuk dua bandar sabu-sabu bersenjata api. Keduanya, Kadin (33) warga Jombang dan Ucok (46) warga Mojokerto.
Diresnarkoba Polda Jatim Kombes Hanny Hidayat mengatakan, pengungkapan kasus peredaran Narkoba tersebut dilakukan oleh anggota Subdit I jajarannya. Diawali dengan penangkapan Kadin di Desa Sumberejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, pada hari Senin (8/3/2021) lalu.
“Pertama kita menangkap dengan inisial tersangka KD (Kadin). Dari sana didapatkan barang bukti 10 klip yang total kurang lebih 5,86 gram (sabu-sabu),” ujar Hanny Hidayat, Selasa (16/3/2021).
Selain mendapatkan barang bukti sabu-sabu, dalam penangkapan Kadin dikatakan Hanny, anggota Subdit I Ditresnarkoba Polda Jatim juga menemukan tiga senjata api. Masing-masing dua pucuk senjata api rakitan jenis revolver dan sepucuk senjata air soft gun jenis FN berikut 20 butir amunisi berkaliber 38 milimeter.
Wadiresnarkoba Polda Jatim AKBP Aris Supriyono menambahkan, setelah Kadin tertangkap, pihaknya kembali mengembangkan kasus tersebut hingga terungkap bahwa senjata api diperoleh dari rekan Kadin, yakni Ucok.
Tak butuh waktu lama, Ucok pun dengan mudah berhasil ditangkap. Sementara sabu-sabu, Kadin mengaku barang tersebut diperoleh dari MAS yang saat ini masih dalam pengejaran polisi.
“MAS masih DPO (Daftar Pencarian Orang),” singkat Aris.
Aris menyebut, para bandar sabu-sabu membekali diri dengan senjata api hanya dipakai untuk berjaga-jaga. Namun demikian, pihaknya akan terus mengembangkan kasus tersebut. Baik perkara kepemilikan sabu-sabu maupun senjata api.
Oleh penyidik, kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Antara lain Pasal 114 atau Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951.
“(Perkara Narkoba) ancaman hukumnya minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun. Sedangkan untuk senjata apinya, akan ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman maksimal 20 tahun,” tutupnya.