Tuntut Kesejahteraan! PGRI Jatim Minta Gaji Guru Honorer Setara UMP
SURABAYA, FaktualNews.co – Di Hari Guru Nasional (HGN) yang jatuh pada hari ini, Kamis (25/11/2021), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim meminta pemerintah pusat lebih memerhatikan nasib para guru honorer dengan membuat kebijakan standarisasi upah secara nasional.
“Standarisasi gaji (guru honorer) kan belum ada. Kalau di buruh kan ada UMR (Upah Minimum Regional), tetapi standarisasi gaji minimal untuk guru secara nasional belum ada,” ungkap Wakil Ketua PGRI Jatim Bidang Honorer, Bambang Sucipto ditemuai FaktualNews.co di kantornya Jalan A Yani, Surabaya.
Menurut Bambang, kebijakan standarisasi upah guru nasional bisa ditempuh dengan menyesuaikan pada Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diterima kalangan buruh.
Karena itu, Bambang menandaskan, merupakan cara pemerintah mengimplementasikan amanat konstitusi sesuai Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa adalah kewajiban negara.
“Lha ini harapan kami ke depan, paling tidak ada standarisasi (upah guru),” tegasnya.
Bambang menyebut, kondisi kesejahteraan sekitar 36 ribu lebih guru honorer di Jatim sangatlah timpang akibat besaran upah yang diterima berbeda-beda. Tergantung kemampuan anggaran kabupaten/kota, serta pada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima masing-masing sekolah.
Masih kata Bambang, kondisi ini lah yang kemudian membuat guru honorer yang tinggal di kabupaten/kota dengan anggaran besar, kemungkinan bisa sejahtera. “Namun sebaliknya, guru honorer di pelosok bakal mendapat upah relatif kecil,”katanya.
Oleh karena itu, guru SMA Negeri 2 Bondowoso ini menegaskan, pentingnya standarisasi upah guru honorer agar kesejahteraan para ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ tersebut merata di semua daerah dengan mensinergikan anggaran pusat serta daerah. Sehingga upah guru honorer bisa disetarakan UMP.
“Idealnya kalau kemarin kami melihat, untuk buruh itu kisaran Rp 1,89 kan begitu. Mungkin ada sinkronisasi. Pendidikan adalah untuk anak kita, anak bangsa itu,” katanya.
“Kan bukan wilayah otonomi daerah ada pusat, ada provinsi, ada kabupaten. Tapi ada sinergi penganggaran pusat sekian, provinsi sekian, dan kabupaten sekian,” pungkasnya.