Ekonomi

Harga Cabai Rawit di Pasar Tradisional Surabaya Merangkak Naik

SURABAYA, FaktualNews.co – Harga komoditi di pasar tradisional Keputran Surabaya kini mulai merangkak naik. Kenaikan harga komoditi seperti cabai rawit ini diduga karena faktor cuaca yang saat ini sedang melanda Jatim.

Agus Susanto, salah satu pedagang menjelaskan, cabai rawit dibandrol Rp 42.000 per kilo gram. Harga tersebut sudah diberlakukan sejak, Rabu (25/5/2022) malam.

“Ini saya jual Rp 42.000 per kilo gramnya, kalau langganan biasanya Rp 41.000,” kata Agus.

Selain itu, lanjut Agus, tokonya tersebut juga menjual cabai dengan kualitas yang lebih bagus. Namun, dengan harga yang sedikit mahal, yakni, Rp 48.000 hingga Rp 50.000 untuk perkilo gramnya.

“Yang bagus juga ada, tapi harganya Rp 50.000, langganan agak beda (harganya) Rp 48.000 an perkilo,” ucapnya.

Agus mengungkapkan, harga tersebut mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan seminggu yang lalu. Sebab, saat itu harga cabai masih menyentuh Rp 32.000 perkilo gramnya.

“Akhir-akhir ini naik terus, gak tahu kenapa, sepertinya karena cuacanya yang jarang ada panas ini,” ujarnya.

Di sisi lain, penjual bahan masakan lain di Pasar Keputran, Ahmad mengatakan, yang mengalami kenaikan adalah terong dan tomat. Sedangkan untuk timun serta kubis masih normal.

“Tomat yang naiknya lumayan, Rp 14.000, minggu kemarin masih Rp 8.000 perkilo gramnya. Terus terong juga agak mahal Rp 10.000 perkilo gram. Kalau kubis naik tapi masih normal Rp 9.000 perkilo gram, timun Rp 6.000 perkilo gramnya,” kata Ahmad.

Sementara itu, pedagang di Pasar Tambak Rejo, Suabaya, Lilik mengungkapkan keluhan yang serupa. Di tempatnya, cabai rawit dijual dengan harga sekitar Rp 68.000 per kilo gramnya.

“Aku jual seperempat (kilo) Rp 17.000, jadi satu kilonya sekitar Rp 68.000. Kalau cabai besar Rp 40.000 satu kilo, timun sama kubis sama Rp 10.000,” kata Lilik.

Lilik mengatakan, mahalnya harga bahan makanan tersebut lantaran sudah adanya kenaikan di pasar induk. Akhirnya, ia pun terpaksa ikut menaikan harga agar tidak menelan kerugian.

“Kulakannya (bahan makanan) sudah mahal, terus mau tak jual berapa? Rugi nanti,” tutup dia.